PEMIKIRAN PENDIDIKAN AL-SYAIBANY
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh
pendidik kepada terdidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik
menuju kepribadian yang lebih baik, yang pada hakikatnya mengarah pada
pembentukan manusia yang ideal.[1] Manusia ideal adalah manusia yang
sempurna akhlaqnya. Yang nampak dan sejalan dengan misi kerasulan Nabi Muhammad
saw, yaitu menyempurnakan akhlaq yang mulia. Agama islam adalah agama universal
yang mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan baik
kehidupan yang sifatnya duniawi maupun yang sifatnya ukhrawi. Salah satu ajaran
Islam adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan, karena
dengan pendidikan manusia dapat memperoleh bekal kehidupan yang baik dan
terarah.[2]
Adapun yang dimaksud dengan pendidikan Islam
menurut Prof.Dr. Omar Mohammad At-Toumi Asy-Syaibany mendefinisikan pendidikan
islam sebagai proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi,
masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas
asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.
Pengertian tersebut memfokuskan perubahan tingkah laku manusia yang konotasinya
pada pendidikan etika. Selain itu, pengertian tersebut menekankan pada
aspek-aspek produktivitas dan kreatifitas manusia dalam peran dan profesinya
dalam kehidupan masyarakat dan alam semesta.[3]
Dengan adanya fenomena kemajuan dan
perkembangan zaman, menghendaki adanya suatu sistem pendidikan yang
komprehensif. Maka perlu menciptakan konsep pendidikan yang bisa menjawab
perkembangan zaman. Karena jelas kita tidak bisa menghindari arus globalisasi,
meski dalam upaya menghadapinya penuh dengan tantangan. Dan salah satunya
adalah dengan meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan baik pendidikan secara
umum atau pun pendidikan Islam secara khusus. Oleh karenanya disinilah tugas
dari sebuah pendidikan sebagai upaya pembentukan serta pengembangan sumber daya
manusia agar dalam prosesnya nanti bisa terwujud sesuai yang dicita-citakan,
dalam tujuan pendidikan.
Maka dalam makalah ini, penulis akan mencoba
menelaah seorang tokoh pendidikan yang membahas pendidikan Islam dalam budaya
global, serta hal-hal yang terkait dengan falsafah pendidikan Islamnya yaitu
pemikiran pendidikan Omar Mohammad At-Toumi Asy-Syaibany.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
yang menjadi rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.
Bagaimana biografi Asy-Syaibany?
2.
Bagaimana pandangan Asy-Syaibany terhadap Prinsip-Prinsip
Yang Menjadi Dasar Pandangan Islam Terhadap Alam Semesta, Manusia, Masyarakat, Teori
Pengetahuan Pada Pemikiran Islam, dan Dasar Falsafah Akhlak Dalam Islam?
3.
Bagaimana pandangan Asy-Syaibany terhadap
Pemikiran Tentang Pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Al-Syaibani
Mohammad Al-Syaibany yang
mempunyai nama lengkap Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, beliau lahir di
Libya. Beliau menempuh pendidikan hingga memperoleh gelar sarjana. Beliau
memperoleh gelar B.A. dalam Studi Islam dan Sastra Arab dari Fakultas Daar El
Ulum, Universitas Cairo, Mesir. Kemudian beliau melanjutkan kembali studinya
hingga memperoleh gelar M.A dan Ph.D dalam Psikologi dan Pendidikan dari
Universitas Ein Syams, Cairo, Mesir.
Setelah menyelesaikan studinya,
kini beliau menjadi Professor dalam falsafah pendidikan di Universitas Tripoli
Libya. Banyak pengalaman yang beliau terima, salah satunya pada tahun 1977
beliau mewakili Negara Libya dalam Konggres Pendidikan Islam sedunia di Makkah,
dimana beliau juga menulis sebuah kertas kerja. Beliau merupakan seorang
penulis yang karya-karyanya sudah cukup banyak dikenal di kalangan ahli
falsafah, sebab hampir semua karyanya berkisar dalam falsafah Islam dan
falsafah Pendidikan.[4]
B.
Prinsip-Prinsip
Yang Menjadi Dasar Pandangan Islam Terhadap Alam Semesta
Seorang
ahli falsafah pendidikan itu sama juga halnya dengan ahli falsafah. Ia perlu
menentukan sikap dan pandangannya terhadap wujud, baik sebagai fonemena, jenis
dan aspek-aspeknya. Ini ialah karena sikap tersebut mempunyai kesan tersendiri
terhadap pemikiran dan implementasi pendidikan. Sejajar dengan hakikat bahwa
falsafah pendidikan, tujuan, kurikulum, metode pengajaran dan interksi yang ada
kaitannya dengan konsep yang dianut sesorang tentang wujud ini.
Pendidian yang sehat akan menjadi tujuan
asasnya ialah untukmemberi kemungkinan kepada pribadi atau golongan yang
menjadi objek pendidikan, menyuburkan keimanan kepada wujud Tuhan, disamping
meyakini hal-hal lain yang menjadi rentetan wujud Allah. Pendidikan itu harus
mampu menolong mereka memahami fonemena alam yang baru. Dapat menyingkapkan
rahasia dan undang-undang alam, disamping memberikan mereka kemungkinan untuk
menggunakan segala sumber tenaga alam demi kemajuan insan.
Bedasarkan penjelasan di atas maka menurut
Al-Syiabani prinsip-prinsip yang menjadi dasar pandangan islam terhadap alam
semesta adalah sebagai berikut:
Prinsip Pertama,
Sebagaimana pendidik-pendidik umum maka seorang pendidik muslim yakin bahwa
pendidikan sebagai proses pertumbuhan membentuk pengalaman dan perubahan yang
dikehendaki dalam tingkah laku individu dan kelompok hanya akan berhasil
melalui interaksi seseorang dengan perwujudan dan benda sekitar serta dengan
alam sekeliling, tempat ia hidup. Makhluk, benda sekitarnya adalah termasuk sebagai
alam yang luas tempat insan itu sendiri. Sebab itu proses pendidikan insan dan
peningkatan mutu pada akhlaknya bukan sekedar nyata oleh alam sekitarnya sosial
tetapi juga dengan alam sekitar alamiah yang bersifat material.
Prinsip Kedua, Bahwa
yang dimaksud alam jagat atau natura ialah selain dari Allah. Termasuk
cakrawala, langit buni bintang, gunung dan dataran, sungai dan lembah,
tumbuh-tumbuhan, binatang, insan, benda dan sifat benda, makhluk benda yang
bukan benda. Dalam halini Al-Syaibani menekankan bahwa jagat atau alam itu
dijelaskan sebagai sesuatu yang memiliki keterkaitan dan berhubungan antara satu
dengan lain. Ia mempunyai ruang beredar tempat bergerak sebagai keseluruhan.
Ada hubungan alam yang menjalin ikatan antara
bagian-bagian alam tersebut. Namun dalam ikatan tersebut ada perbedaan
antara satu dengan yang lainnya. Setiap bagian mempunyai wujudnya yang
tersendiri, peraturan dan disiplin yang unik terseniri dan khas untuknya.
Disiplin ini mungkin tidak berhubungan dengan disiplin-disiplin lainnya.
Prinsip Ketiga, seorang
Muslim yang mantap keimanan dan mendalam pengertiannya, percaya bahwa segala wujud
yang mungkin atau yang semestinya adalah wujud benda dan roh sekaligus. Jadi
alam, pada tanggapan seorang Muslim dibagi dua jenis: 1) alam benda dan 2) alam
roh, alam astalika, ideal .
Prinsip Keempat, Alam dan
seluruh isi serta fenomenanya senantiasa berubah. Alam berkembang dan bergerak
terus dengan kehendak hukum yang telah digariskan oleh pencipta.
Prinsip Kelima, Setiap
unsur dan bagian dari alam ini bergerak mengikuti hukum umum yang tertentu dan
berdasarkan kepada hubungan teratur yang menunjukkan kesatuan tadbir dan
peraturan. Hal ini menyebabkan setiap orang yang mengamati fenomena itu akan
berhadapan dengan suatu kejadian yang rapih, mutlak dan harmonis. Terhadap
kerapian, keindahan sesuatu yang begitu mengagumkan ia tidak dapat kecuali
harus tunduk dan menyerah kepada kekuasaan dan keesaan pencipta buana ini.
Prinsip Keenam, Bahwa
ada hubungan yang rapat dan langsung antara sebab dan musabab. Hal ini boleh
dilihat oleh manusia dengan mengamati kejadian alam buana ini umpamanya
hubungan makan dengan kenyang. Contoh fenomena di atas menunjukkan dengan jelas
bahwa diantara undang-undang natural yang menguasai perjalanan ala mini ialah
undang-undang “kausal” (sebab akibat).
Prinsip Ketujuh, Alam
kodrat ini bukannya memusuhi manusia, ia sekali-kali tidak menghambat usaha
insan untuk maju. Alam yang terbentang luas ini adalah teman yang setia bagi manusia.
Yang boleh digunakan untuk maju. Selain itu memberikan kenikmatan dan kemudahan
hidup insan dan keturunannya. Alam boleh menjadi sumber ilham, dan tanda untuk
menolong akal manusia berfikir mencari kebenaran.
Prinsip Kedelapan, Alam
jagat ini keseluruhannya adalah bersifat baru. Baik asas cabang unsur maupun
jiwanya. Baik langit, bintang, cakrawala, maupun langit dan daratannya. Baik
bintang, tumbuhan maupun benda-bendanya. Proses perkembangannya yang
kait-mengait dan berentetan yang menjelaskan satu ikatan sebab-akibat tidak
seharusnya mengelirukan tanggapan yang sebenarnya.
Allah pencipta insan dan jagat raya. Seluruh
benda, zaman atau waktu. Dialah yang mengatur dan menjaganya. Kepadanyalah
seluruh alam benda dan yang bernyawa akan kembali. Terbitnya alamini dari
kekuasaan Allah adalah langsung dan mutlak bukan melalui media atau perantara
Prinsip Kesembilan, Penerimaan
tentang hakikat barunya alam; berarti menerima wujud pencipta alam. Dengan
perkataan lain, menguatkan adanya pencipta dari tidak ada. Pencipta inilah yang
menjaga melindungi dan menggerakkan ala mini serta memperbaharui kejadian
terus-menerus.
Prinsip Kesepuluh, Allah
adalah sumber alam. Pencipta seluruh isi kandungannya. Ia memilih ciri-ciri
keunggulan sebagai Tuhan yang mutlak. Ia bersifat dengan segala yang sempurna.
Antara sifat-sifat kesempurnaannya ialah wujud, qidam, baqa, berbeda dengan
benda baru, berdiri sendiri, tangguh, qodrah iradah, ilmu, hidup, mendengar,
melihat, qalam, kuasa, berirodah, berilmu, bersifat hidup, bersifat mendengar,
bersifat melihat, bersifat bercakap.[5]
C.
Prinsip-Prinsip
Yang Menjadi Dasar Pandangan Islam Terhadap Manusia
Kaitannya
dengan manusia atau insane, Al-Syaibani mengungkapkan tentang wujud insane
adalah amat penting dalam kontek falsafah umum dan falsafah pendidikan. Tidak
akan sempurna falsafah tanpa menjelaskan pendiriannya tentang insan. Konsep
insan baik tentang watak, ciri-ciri penting dan aspek-aspek yang membentuknya.
Bedasarkanhal tersebut Maka Al-Syaibani membagi menjadi beberapa pinsip tentang
manusia atau insan menurut Islam, prinsip tersebut antara lain:
Prinsip Pertama,
Keyakinan tentang manusia itu makhluk yang termulia dari segenap makhluk dan
wujud lain yang ada di alam jagat ini. Allah karuniakan yang membedakannya dari
makhluk lain.
Prinsip Kedua, kepercayaan
akan kemuliaan manusia, maka manusia dilantik menjadi khalifah di bumi untuk
memakmurkaannya, untuk itu dibebankan kepada manusia amanah Attaklif.
Prinsip Ketiga,
Kepercayaan bahwa insan sebagai makhluk sosial yang berbahasa,
boleh menggunakan bahasa sebagai media berfikir dan berkomunikasi. Ia mampu
berfikir. Ia dapat menjadikaan alam sekitarnya sebagai objek renungan,
pengamatan dan arena tempat menimbulkaan yang diinginkan.
Prinsip Keempat,
Kepercayaan bahwa manusia mempunyai tiga mrata
(dimensi), yaitu badan, akal, dan ruh.
Prinsip Kelima,
Meyakini bahwa manusia dengan seluruh perwatakan dan cirri
pertumbuhannya adalah hasil pencapaian dua factor, yaitu factor warisan dan
lingkungan.
Prinsip Keenam,
Bahwa manusia mempunyai motivasi, kecenderungan dan kebutuhan
permulaan baik yang diwarisi atau yang diperoleh dalam proses sosialisasi.
Yaitu yang diperoleh ketika berinteraksi dengan elemen lingkungan yang bersifat
benda, manusia dan kebudayaan.
Prinsip Ketujuh,
Setiap manusia berbeda dalam tenaga, perwatakan, kesediaan, sikap,
dorongan, tujuan, dan jalan-jalan yang dilaluinya untuk mencapai tujuan.
Hakikat ini menyebaabkan insan merasakan diri sebagai satu makhluk yang
tersendiri dan beridentitas, berbeda dengan orang lain.
Prinsip
Kedelapan, Meyakini bahwa
watak insan ialah luwes, lentur (flexible). Ia mampu menguasai ilmu
pengetahuan, menghayati, dan sehat dengan adat-adat, nilai, tendensi atau
aliran baru.[6]
D.
Prinsip-Prinsip
Yang Menjadi Dasar Pandangan Islam Terhadap Masyarakat
Al-syaibani membicarakan beberapa prinsip dan
keyakinan yang menjadi dasar pandangan Islam terhadap masyarakat sebagai arena
tempat dimana individu dan kelompok berinteraksi, menjalin hubungan sesamanya,
di mana usaha terpadu, saling memahami dan menyatakan rasa masing-masing,
motivasidan kebutuhan dapat dipenuhi, masing-masing mempelajari dan menghayati
nilai, tradisi, sikap, ciri budaya dan lain-lain. Semasa berinteraksi inilah
individu dan kelompok perlahan-lahan membina kesatuan sehingga sampai terwujud
satu kesatuan ummah dan insan sejagat.
Adapun menurut Al-Syaibani prinsip-prinsip yang
menjadi dasar pandangan islam terhadap masyarakat yaitu:
Prinsip
Pertama, Kepercayaan bahwa masyarakat itu
sekumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan tanah air,
kebudayaan dan agama.
Prinsip Kedua, Kepercayaan bahwa masyarakat
Islam mempunyai Identitas khas dan cirri-cirinya tersendiri. Masyarakat Islami
ciri-cirinya adalah: Iman kepada Allah dan Rasulnya, Agama diletakkan pada
proporsi tertinggi, Penilaian tertinggi terhadap akhlak dan tatasusila, Ilmu,
Menghormati sesama manusia, Kekluargaan/ tali persaudaraan, Masyarakat dinamik,
Bekerja, Harta/ ekonomi, Kekuatan dan keteguhan, Terbuka, dan Kasih
sayang.
Prinsip Ketiga,
Meyakini bahwa asas untuk membina masyarakat ialah akidah
kepercayaan bahwa Allah itu wujud dan esa.
Prinsip
Keempat, Kepercayaan bahwa Agama dalam
pengertian luas yang merangkum setiap yang berhubungan dengan akidah, ibadah,
pergaulan ialah teras dalam kehidupan pribadi dan masyarakat.
Prinsip Kelima,
Meyakini bahwa ilmu yang sebenar-benarnya adalah sebaik-baik asas
sesudah iman, agama, dan akhlak untuk mencapai kemajuan, kekuatan dan
kemakmuran masyarakat, baik dalam bidang material maupun spiritual.
Prinsip Keenam,
Meyakini bahwa adanya perubahan dalam masyarakat. Perubahan
ini meliputi binaan dan struktur masyarakat, susun lapis, system, kebudayaan,
nilai, akhlak, dan cara hidup, tradisi, kebiasaan, undang-undang, dan segala
sesuatu yang ada dalam masyarakat tersebut.
Prinsip
Ketujuh, Kepercayaan pentingnya Individu
dalam masyarakat, harga diri dan nilai seseorang dalam bermasyarakat.
Prinsip
Kedelapan, Kepercayaan
pada pentingnya keluarga dalam masyarakat.
Prinsip
Kesembilan, Kepercayaan
bahwa segala yang menuju kesejahteraan bersama, keadilan, dan kemaslahatan
antara manusia termasuk diantara tujuan-tujuan syari’at Islamiyah[7]
E.
Prinsip-Prinsip Yang Menjadi Dasar Teori Pengetahuan Pada Pemikiran
Islam
Pentingnya pengetahuan dalam pendidikan
dan kehidupan, Islam sendiri menekankan pentingnya dalam ajaran-ajaran dan
pemikirannya, pengertian pengetahuan manusia pada pemikiran modern dan
pemikiran Islam, jenis-jenis pengetahuan manusia dan tingktan-tingkatan
keutamaannya, sumber-sumber pengetahuan dan alat-alat untuk memperolehnya dan
hubungan yang mengikatnya dengan akal yang diperolehnya. Maka pada dasarnya
Islam membentuk pemikiran Islam dan ajaran Islam yang toleran. Dalam hal ini
Al-Syiabani mengungkapkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar teori pengetahuan
pada pemikiran islam, antara lain:
Prinsip
pertama, Percaya pentingnya pengetahuan
sebagai tujuan asasi pendidikan
Prinsip Kedua, Kepercayaan bahwa pengetahuan adalah segala yang kita capai dengan
pancaindera atau akal kita atau kita terima melalui intuisi atau ilham
atau agama.
Prinsip Ketiga,
Kepercayaan terhadap bertingkatnya pengetahuan itu pada keutamaan
dan nilainya.
Prinsip
Keempat, Kepercayaan bahwa pengetahuan
manusia mempunyai berbagai sumber.
Prinsip Kelima,
Percaya bahwa pengetahuan itu terpisah dari akal yang
mengetahuinya.
Prinsip Keenam,
Kepercayaan bahwa pengetahuan yang baik yaitu yang di dalamnya
terkandung keyakinan dan kesesuaian dengan agama.[8]
F.
Prinsip-Prinsip Yang Menjadi Dasar Falsafah Akhlak Dalam Islam
Menurut Al-Syaibani segi-segi
terpenting teori akhlak dalam Islam, mulai dari percaya pada pentingnya akhlak
sehingga percaya pada prinsip balasan akhlak (moral). prinsip-prinsip yang
menjadi dasar falsafah akhlak dalam islam, yaitu:
Prinsip
Pertama, Kepercayaan akan pentingnya akhlak
dalam hidup
Prinsip Kedua, Kepercayaan bahwa akhlak itu sikap yang mendalam di dalam jiwa.
Prinsip Ketiga,
Kepercayaan bahwa akhlak Islam yang berdasar syariat Islam yang
kekal yang ditunjukkan oleh teks-teks agama islam dan ajaran-ajarannya.
Prinsip
Keempat, Kepercayaan bahwa akhlak dalam Islam
ialah mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat bagi individu dan kebaikan bagi
masyarakat.
Prinsip Kelima,
Percaya bahwa akhlak Islam itu akhlak kemanusiaan yang sesuai
fitrah.
Prinsip Keenam,
Kepercayaan bahwa teori akhlak tidak sempurna kecuali kalau disitu
ditentukan sebagian konsep-konsep asas seperti akhlak hati-nurani, kepastian
khlak, tanggung jawab akhlak, dan ganjaran akhlak.[9]
G. Pemikiran
Tentang Pendidikan
Aspek-aspek pelaksanaan dari prinsip-prinsip
tersebut dalam falsafah pendidikan Islam yang dikemukakan oleh Al-Syaibany,
diantaranya adalah tentang konsep tujuan dalam pendidikan Islam, kurikulum
pendidikan Islam, dan metode mengajar dalam pendidikan Islam. Untuk lebih
jelasnya akan diuraikan satu persatu, yaitu sebagai berikut:
1.
Tujuan Pendidikan
a.
Konsep
Tujuan dalam Pendidikan Islam
Definisi konsep tentang tujuan
pendidikan yang paling sederhana adalah “perubahan”, perubahan disini yaitu
adanya perubahan tingkah laku setelah melalui proses pendidikan, baik dalam
kehidupan individu maupun masyarakat. Ada juga yang mengartikan proses
pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi dalam masyarakat.
Tujuan pendidikan bukanlah suatu
benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan
dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.[10] Tujuan
adalah suatu perubahan yang diinginkan dan diusahakan dengan proses pendidikan
untuk mencapainya (tujuannya). Proses pendidikan maupun proses pengajaran
sebagai suatu aktivitas asasi dalam proses perubahan-perubahan yang diinginkan,
adapun tujuan-tujuan tersebut meliputi.[11]
1)
Tujuan
individu, berkaitan perubahan individu secara pribadi.
2)
Tujuan
sosial, berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
3)
Tujuan
profesional, berkaitan dengan profesi maupun aktifitas-aktifitas pengajaran
dalam pendidikan.
b.
Tahap-Tahap
Tujuan Pendidikan
Al-Syaibani membagi tahap-tahap
tujuan pendidikan Islam menjadi tiga tahap, yaitu:
1)
Tujuan
tertinggi atau terakhir bagi pendidikan adalah tujuan paling tinggi dari tujuan
lainnya, yaitu pendidikan yang berorientasi kepada Allah untuk tujuan utamanya,
disamping terdapat tujuan-tujuan yang lain.
2)
Tujuan-tujuan
umum bagi pendidikan adalah maksud-maksud metode atau perubahan-perubahan yang
dikehendaki yang diusahakan oleh pendidikan untuk mencapainya. Secara umum
tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan insan yang paripurna yang bertujuan
mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta membentuk manusia dengan
kepribadian muslim, yakni manusia yang bertaqwa dengan sebenar-benarnya taqwa
kepada Allah SWT sehingga manusia tersebut mampu terhindar dari siksaan api
neraka dan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
3)
Tujuan-tujan
khas pendidikan, diantara tujuan khas atau tertentu yaitu tentang “penumbuhan
dorongan agama dan akhlak”, antara lain sebagai berikut:
a)
Memperkenalkan
kepada generasi muda akan akidah-akidah Islam.
b)
Menumbuhkan
kesadaran yang benar pada diri pelajar terhadap agama, termasuk
prinsip-prinsip, dan dasar-dasar akhlak yang mulia.
c)
Menanamkan
keimanan kepada Allah, beserta rukun iman yang lainnya.
d)
Menumbuhkan
minat generasi muda untuk menambah pengetahuan dalam adab dan pengetahuan
keagamaan dan untuk mengikuti hokum-hukum agama dan kecintaan dan kerelaan.
e)
Menanamkan
rasa cinta dan penghargaan kepada Alquran.
f)
Menumbuhkan
rasa bangga terhadap sejarah dan kebudayaan Islam.
g)
Menumbuhkan
akhlak terpuji.
h)
Mendidik
naluri, motivasi, dan keinginan generasi muda agar selalu membentenginya dengan
akidah dan nilai-nilai.
i)
Menanamkan
iman yang kuat kepada Allah pada diri mereka.
j)
Membersihkan
hati mereka dari berbagai penyakit hati.[12]
c.
Ciri-ciri
Tujuan Pendidikan Islam dan Prinsip-prinsip umum yang menjadi dasarnya
Diantara
ciri-ciri tujuan pendidikan Islam yang paling menonjol adalah:
1)
Sifatnya
yang bercorak agama dan akhlak.
2)
Sifat
keseluruhannya yang mencakup segala aspek pribadi pelajar dan semua aspek
perkembangan dalam masyarakat.
3)
Sifat
seimbang pada penumpuannya, kejelasannya, tidak adanya pertentangan diantara
unsur-unsurnya dan cara-cara pelaksanaannya.
4)
Sifat
realistis dan dapat dilaksanakan, dan penekanan pada perubahan yang dikehendaki
pada tingkah laku.[13]
Adapun prinsip-prinsip yang menjadi dasar tujuan pendidukan Islam,
antara lain sebagai berikut:
1)
Prinsip
Menyeluruh (Universal)
2)
Prinsip
Keseimbangan dan Kesederhanaan.
3)
Prinsip
Kejelasan.
4)
Prinsip
Tidak Ada Pertentangan.
5)
Prinsip
Realisme dan Dapat Dilaksanakan.
6)
Prinsip
Perubahan Yang Diingini.
7)
Prinsip
Menjaga Perbedaan-perbedaan Perseorangan.
8)
Prinsip
Dinamisme dan Menerima Perubahan dan Perkembangan Dalam Rangka Metode-metode
Keseluruhan yang Terdapat Dalam Agama.[14]
2. Falsafah Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum dalam bahasa arab disebut
“Manhaj”, secara umum Kurikulum pendidikan ialah segala sesutu atau seperangkat
perencanaan yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan yang berisi materi
(bahan) ilmu pengetahuan yang mampu berfungsi sebagai alat untuk mencapai atau
mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan. Kurikulum pendidikan Islam harus sejalan
dengan idealitas serta mengandung tata nilai Islami baik secara intrinsik
maupun ekstrinsik yang mampu merealisasikan tujuan pendidikan Islam.[15]
Sedangkan menurut al-Syaibani kurikulum adalah suatu jalan terang yang dilalui
oleh lembaga pendidikan maupun pendidik untuk mengembangkan potensi,
keterampilan serta pengetahuan peserta didik, sesuai dengan tujuan-tujuan
pendidikan.[16]
Dari beberapa definisi kurikulum
diatas, hakikat dari kurikulum adalah suatu program pendidikan yang
direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan tertentu.
Kemudian, jika disambungkan dengan filsafat dan pendidikan Islam, kurikulum
pendidikan Islam mempunyai arti sebagai suatu rangkaian program yang
mengarahkan kegiatan belajar mengajar secara sistemtis dan berarah tujuan serta
melukiskan cita-cita nilai-nilai keIslaman. Kurikulum mempunyai 4 aspek utama,
yaitu :
a.
Tujuan-tujuan
pendidikan.
b.
Pengetahuan-pengetahuan.
c.
Metode
atau cara-cara mengajar.
d.
Evaluasi
atau penilaian.
Kurikulum sangat penting dalam
pendidikan Islam, yaitu sebagai :
a.
Alat
untuk mendidik generasi muda dan menolong mereka untuk membuka dan
mengembangkan kesediaan, minat, bakat, kekuatan, dan ketrampilan.
b.
Alat
untuk menciptakan perubahan yang diinginkan pada kebiasaan, kepercayaan, sikap,
system, dan gaya hidup masyarakat.
Adapun Ciri-ciri umum kurikulum
pendidikan Islam, menurut al-Syaibani yaitu:
a.
Mementingkan
tujuan agama dan akhlak dalam berbagai hal seperti tujuan dan kandungan,
kaidah, alat dan tehniknya.
b.
Meluaskan
perhatian dan kandungnnya mencakaup perhatian, pengembangan serta bimbingan
terhadap segala aspek pribadi pelajar baik dari segi intelektual, psikologi,
sosial maupun spiritual.
c.
Adanya
prinsip keseimbangan antara kandungan kurikulum tentang ilmu dan seni,
pengalaman dan kegiatan pengajaran.
d.
Menekankan
kepada konsep secara menyeluruh, keseimbangan pada kandungannya yang tidak
terbatas pada ilmu-ilmu teoritis baik yang bersifat naqli maupun aqli. Tetapi
meliputi aktivitas pendidikan seni, jasmani, bahasa,dll.
e.
Keterkaitan
antara kurikulum pendidikan Islam dengan minat, kemampuan, keperluan dan
perbedaan individual antara peserta didik.[17]
Dengan melihat ciri-ciri kurikulum
pendidikan Islam di atas, kurikulum pendidikan Islam disusun dengan mengikuti
tujuh prinsip, meliputi; Prinsip pertautan dengan Agama, Prinsip Universal,
Prinsip keseimbangan, Prinsip keterkaitan dengan bakat dan minat, Prinsip
fleksibelitas, Prinsip memperhatikan perbedaan-perbedaan yang ada, Prinsip
pertautan antara mata pelajaran dengan aktifitas fisik yang tercakup dalam kurikulum
pendidikan Islam. Adapun dasar-dasar umum yang menjadi landasan kurikulum
pendidikan Islam, menurut al-Syaibani yaitu Dasar agama, falsafah, psikologis
dan sosial.
3. Falsafah Metode Pendidikan Islam
Bagaimanapun baik dan sempurnanya
suatu kurikulum pendidikan Islam, ia tidak akan berarti apa-apa, manakala tidak
memiliki metode atau cara yang tepat untuk mentransformasikannya kepada peserta
didik. Hal ini berarti bahwa metode termasuk persoalan yang esensial, karena
tujuan pendidikan Islam akan tercapai apabila jalan yang ditempuhnya benar dan
tepat.[18]
Metode adalah suatu jalan atau cara untuk menyampaikan mata pelajaran maupun
segala hal yang sudah tercantum dalam kurikulum demi mencapai tujuan.[19]
Dalam kitab-kitab pendidikan Islam
banyak gambaran dan uraian tentang metode atau cara mengajar, dalam pandangan
al-Syaibani diantara metode-metode umum seperti yang biasa yang kita ketahui,
disini ada empat macam metode diantaranya:
a.
Metode
pengambilan kesimpulan atau induktif yaitu, metode dimulai dengan membahas dari
hal-hal yang bersifat khusus baru kemudian diambil kesimpulan. Artinya seorang
pembimbing mengajarkan kepada peserta didik untuk mengetahui fakta-fakta dan
hukum-hukum umum melalui jalan pengambilan kesimpulan atau induksi
b.
Metode
perbandingan ialah suatu metode yang membandingkan antara ilmu satu dengan ilmu
satunya untuk memperoleh makna yang benar maupun kaidah-kaidah dari
pelajaran tersebut, biasanya dalam hal hukum.
c.
Metode
kuliah ialah metode dengan menyiapkan pelajarannya terlebih dahulu kemudian
membahas pokok masalah yang terkait kemudian disimpulkan, dan peserta didik
mencatat, serta memahaminya. Metode ini lebih cocok diterapkan pada anak
yang sudah dewasa, misalnya mahasiswa. Karena metode ini memerlukan pemahaman
yang lebih yang sulit dijangkau oleh anak kecil.
d.
Metode
dialog dan perbincangan ialah, metode yang didasarkan atas dialog dan
pebincangan melalui janya jawab untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
yang ada dan untuk sampai kepada fakta yang tidak dapat diragukan, dikritik,
dan dibantah lagi.[20]
Adapun metode yang ditawarkan al-Syaibani, meliputi:
a.
Metode
lingkaran (halaqah), Yaitu para pelajar mengelilingi gurunya dalam setengah
bulatan untuk mendengarkan penjelasannya.
b.
Metode
riwayat, Biasanya metode ini digunakan dalam materi hadits, bahasa, sastra
arab, fiqih, dan ilmu kalam.
c.
Metode
mendengar, yaitu murid hanya mendengarkan penjelasan dari gurunya.
d.
Metode
membaca.
e.
Metode
Imla’ (dictation), Merupakan metode yang selanjutnya setelah mendengarkan,
artinya selain siswa mendengarkan, siswa juga mencatatnya.
f.
Metode
Lawatan, yaitu modtode dengan mengadakan penelitian ilmiah untuk mendapatkan
suatu pengetahuan.[21]
Selain itu ciri-ciri dan
tujuan-tujuan umum metode dalam pendidikan Islam antara lain
:
a.
Berpadunya
metode dan cara-cara, dari segi tujuan dan alat dengan jiwa ajaran dan akhlak
Islam yang mulia.
b.
Bersifat
luwes dan dapat menerima perubahan dan menyesuaikan dengan keadaan serta
mengikuti sifat pelajar.
c.
Mengaitkan
antara teori dan praktek.
d.
Mengajar
secara keseluruhan, tidak boleh diringkas.
e.
Memberikan
kebebasan kepada murid untuk berdiskusi, berdebat, dan berdialog, selama masih
dalam batas kesopanan dan saling menghormati.
Adapun Tujuan-tujuannya, antara lain :
a.
Menolong
pelajar untuk mengembangkan pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilannya.
b.
Membiasakan
pelajar untuk menghafal, memahami, dan berpikir sehat.
c.
Memudahkan
proses pengajaran.
d.
Menciptakan
suasana yang sesuai dengan keadaan pelajar.[22]
Al-Syaibani juga dasar-dasar dan
prinsip-prinsip metode mengajar dalam pendidikan Islam, yaitu diantaranya:
a.
Dasar
Agama.
b.
Dasar
Biologis.
c.
Dasar
Psikologis.
d.
Dasar
Sosial.
Prinsip-prinsipnya, antara lain:
a.
Pentingnya
menjaga motivasi pelajar dan kebutuhan, minat, dan keinginannya pada proses
belajar.
b.
Pentingnya
menjaga tujuan pelajar dan menolongnya mengembangkan tujuan tersebut.
c.
Memelihara
tahap kematangan yang dicapai oleh pelajar dan derajat kesediaannya untuk
belajar.
d.
Pendidik
seharusnya mempersiapkan peluang partisipasi yang praktikal.
e.
Pentingnya
memperhatikan kefahaman, mengetahui hubungan, kepaduan dan kelanjutan
pengalaman, sifat baru, keaslian dan kebebasan berfikir.
f.
Pentingnya
membuat proses pendidikan itu suatu proses yang menggembirakan dan menciptakan
kesan yang baik pada diri pelajar.[23]
4. Implikasi
Pemikiran Al-Syaibani Dalam Kehidupan Sekarang
Adapun sumbang ilmu al-Syaibani
dalam realisainya dalam kehidupan sekarang khususnya dunia pendidikan Islam,
sungguh luar biasa, baik dari prinsip, tujuan pendidikan Islam, kurikulum yang
telah beliau ditawarkan, serta metode-metode dalam proses penyampainnya.
Walaupun dari prinsip-prinsip falsafah pendidikan Islam serta tujuan
pendidikan Islam itu baik. Namun apabila dalam dunia pendidikan, baik dari
pemerintah, lembaga pendidikan, khususnya para pendidik tidak mampu menerapkan
sesuai apa yang menjadi amanahnya, tidak lepas dari pemerhatian
perkembangan zaman maka tidak akan terealisasi dengan baik. Begitu juga dengan
karakteristik kurikulum pendidikan Islam yang mencerminkan nilai-nilai Islami
sebagai program pendidikan Islam yang telah dikemukakan diatas, tidak hanya
menempatkan peserta didik sebagai objek dalam pendidikan, melainkan juga sebagi
subyek didik yang sedang mengembangkan diri menuju kedewasaan sesuai dengan
konsepsi Islam. Karena kurikulum tidak akan bermakna apapun apabila tidak
dilaksanakan dalam situasi dan kondusi yang terciptnaya interaksi edukatif.
Jadi ciri khas kurikulum pendidikan Islam memandang peserta didik sebagi
makhluk yang potensial, yang mampu mengembangkan dirinya sendiri melalui proses
pendidikan.
Dalam kaitannya dengan penerapan
metode menurut al-Syaibani yang telah disebutkan diatas, sebagian lembaga
pendidikan sudah menerapkannya. Menurut Samsul Nizar dalam aktvitas
kependidikannya Islam bahwa prinsip dalam penerapannya tidak ada satu pun
metode yang paling ideal dalam mencapai tujuan pendidikannya.[24]
Dalam kehidupan sekarang diharapkan kepada pendidik agar bersikap arif dan
bijaksana dalam memilih dan menerapkan metode pengajaran yang relevan dalam
proses pembelajaran, sehingga tujuan yang diinginkan tercapai.
Semakin besar pengaruhnya budaya
global, diharapkan dalam membuat nilai-nilai budaya institusi dibingkai dengan
nilai-nilai Islam, berdasarkan Alquran, Sunnah, dan khazanah dan tradisi Islam.
Tiga unsur penting dalam pendidikan di Indonesia belum tercapai secara
maksimal. Ketiga unsur tersebut yaitu pertama unsur kognitif yang
meliputi kemampuan intelektual dan akademik. Kedua, unsur afektif yang
menekankan pembinaan emosi dan sikap anak didik. Ketiga unsur psikomotorik
yang mencakup praktik dan penanaman habit (kebiasaan).
Jadi upaya yang bisa dilakukan
adalah salah satunya menggunakan filsafat sebagai alat untuk memicu prestasi
peserta didik. Sebab urgensi filsafat dalam pendidikan sangat penting. Filsafat
membantu meningkatkan kemampuan logis analisis siswa, meningkatkan sensitivitas
rasa dan mengembangkan sikap mulia. Selain itu, filsafat memacu ketrampilan
etik dan habit agar anak didik mampu menerapkan akhlak mulia dan cinta
keindahan.”Filsafat sering disalah artikan padahal filsafat adalah dasar ilmu”.
Pendekatan tujuan ini memiliki
makna, bahwa upaya pendidikan Islam adalah pembinaan pribadi muslim sejati yang
mengabdi dan merealisasikan “kehendak” Tuhan sesuai dengan syariat Islam, serta
mengisi tugas kehidupannya didunia dan menjadikan kehidupan akhirat sebagai
tujuan utama pendidikannya. Esensi pendidikan sebagai pengupayaan ke arah
perubahan-perubahan perilaku yang lebih “baik” adanya perubahan-perubahan
sebagaimana yang diinginkan, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah
digariskan oleh suatu lembaga pendidikan sekolah, sebagai bukti nyata
adanya aktivitas pendidikan itu sendiri. Tidak ada salahnya ketika kita
mengkonsumsi budaya-budaya global, dengan syarat kita terlebih dahulu memfilter
budaya-budaya tersebut dan kita sesuaikan dengan nilai-nilai Islam dan sistem
pendidikan kita, kemudian kita terapkan kedalam dunia pendidikan.
Selain itu berdasarkan fenomena dan
kondisi objektif dunia pendidikan Islam pada konteks masa kini yang
terangkum dalam konsep tujuan yang berorientasi pada perubahan tingkah laku
setelah melalui proses pendidikan baik dalam kehidupan individu maupun masyarakat,
konsep yang ditawarkan Al Syaibani ini sungguh memiliki relevansi yang tinggi
serta layak dipertimbangkan dan di implementasikan dalam dunia pendidikan
Islam.
Secara Akademis pemikiran kritis dan
inovatif seperti yang diungkapkan Al Syaibani, dalam konteks demi kemajuan
dunia pendidikan Islam merupakan suatu keniscayaan, untuk ditumbuhkembangkan
secara terus menerus, hal tersebut merupakan konsekuensi dan refleksi rasa
tanggung jawab yang memiliki fungsi dan tugas utama sebagai khalifah di muka
bumi.
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan sebagai lembaga yang
sangat strategis dan potensial dalam menumbuh-kembangkan dan menghidup-suburkan
perilaku moral, yang sudah semestinya diarahkan pada pembangunan humanitas.
Adapun tujuan pendidikan dalam Islam adalah terbentuknya anak didik menjadi
hamba Allah yang berkepribadian muttaqin, bertanggung jawab dan mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat. Al-Syaibani, mengemukakan bahwa tujuan tertinggi
pendidikan Islam adalah mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat. Semetara
tujuan akhir yang akan dicapai adalah mengembangkan fitrah peserta didik, baik
ruh, fisik, kemauan, dan akalnya secara dinamis, sehingga akan terbentuk
pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan fungsinya sebagai khalifah
fil ardh, maka kewajiban baginya yaitu mengembngakan segala asapek yang ada
pada dirinya melalui belajar, baik dari aspek jasmaniyah, aqliyah, maupun
khuluqiyah. Setelah semua aspek itu telah dikembangkan dengan baik, maka akan
memberi dampak pada lingkungan sosial atau masyarakat.
Berdasarkan fenomena dan kondisi
objektif dunia pendidikan Islam pada konteks masa kini yang terangkum
dalam konsep tujuan yang berorientasi pada perubahan tingkah laku setelah
melalui proses pendidikan baik dalam kehidupan individu maupun masyarakat,
konsep yang ditawarkan Al Syaibani ini sungguh memiliki relevansi yang tinggi
serta layak dipertimbangkan dan di implementasikan dalam dunia pendidikan
Islam.
Secara Akademis pemikiran kritis dan
inovatif seperti yang diungkapkan Al Syaibani, dalam konteks demi kemajuan
dunia pendidikan Islam merupakan suatu keniscayaan, untuk ditumbuhkembangkan
secara terus menerus, hal tersebut merupakan konsekuensi dan refleksi rasa
tanggung jawab yang memiliki fungsi dan tugas utama sebagai khalifah di muka
bumi.
DAFTAR PUSTAKA
Abudinnata.
2005. Filsafat Pendidikan Islam,
Jakarta: Media Pratama
Zuhairini.
2008. Filsafat Pendidikan Islam. cetakan ke4. Jakarta: Bumi Aksara,
As-Syaibani, Omar Muhammad Al-Toumy. 1979. Falsafah Pendidikan
Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Daradjat, Zakiah dkk., 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Bumi Aksara
Prof. H. M. Arifin, M.Ed., 2011. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: PT Bumi Aksara
Abdullah, Abdurahman Saleh. 1990. Teori-teori Pendidikan
Berdasarkan Al-Qur’an, terj. H.M.Arifin, Jakarta: Rineka Cipta
Nizar, Samsul. 2010. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan
Historis Teoritis dan praktis. Jakarta: Ciputat Press
[2] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (cetakan
ke4; Jakarta. Bumi Aksara, 2008) , hlm. 98
[3] Prof. Omar
Muhammad Al-Toumy As-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1979), hlm. 292
[6] Ibid., hlm.
103-156
[9] Ibid., hlm.
312-363
[10] Dr. Zakiah
Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), hlm.29
[11]
Asyaibani, Falsafah Pendidikan Islam…………., hlm.399
[15]
Prof. H. M. Arifin, M.Ed., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2011), hlm.141
[16]Al-Syaibani, Falsafah
Pendidikan Islam…………………., hlm.478
[18]Abdurahman
Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, terj.
H.M.Arifin, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm.197
[19] Al-Syaibani, Falsafah
Pendidikan Islam……………, hlm. 552
[22] Ibid., hlm.
583-585
[23] Ibid., hlm.
586-619
[24]Dr.H.
Samsul Nizar, M.A. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis
Teoritis dan praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2010), hlm. 74