Sebaik-baik Kalian adalah yang Belajar Al-Qur'an dan Mengamalkannya

Jumat, 23 November 2018

MAKALAH PEMIKIRAN PENDIDIKAN AL-SYAIBANY


PEMIKIRAN PENDIDIKAN AL-SYAIBANY

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik kepada terdidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju kepribadian yang lebih baik, yang pada hakikatnya mengarah pada pembentukan manusia yang ideal.[1] Manusia ideal adalah manusia yang sempurna akhlaqnya. Yang nampak dan sejalan dengan misi kerasulan Nabi Muhammad saw, yaitu menyempurnakan akhlaq yang mulia. Agama islam adalah agama universal yang mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan baik kehidupan yang sifatnya duniawi maupun yang sifatnya ukhrawi. Salah satu ajaran Islam adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan, karena dengan pendidikan manusia dapat memperoleh bekal kehidupan yang baik dan terarah.[2]
Adapun yang dimaksud dengan pendidikan Islam menurut Prof.Dr. Omar Mohammad At-Toumi Asy-Syaibany mendefinisikan pendidikan islam sebagai proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat. Pengertian tersebut memfokuskan perubahan tingkah laku manusia yang konotasinya pada pendidikan etika. Selain itu, pengertian tersebut menekankan pada aspek-aspek produktivitas dan kreatifitas manusia dalam peran dan profesinya dalam kehidupan masyarakat dan alam semesta.[3]
Dengan adanya fenomena kemajuan dan perkembangan zaman, menghendaki adanya suatu sistem pendidikan yang komprehensif. Maka perlu menciptakan konsep pendidikan yang bisa menjawab perkembangan zaman. Karena jelas kita tidak bisa menghindari arus globalisasi, meski dalam upaya menghadapinya penuh dengan tantangan. Dan salah satunya adalah dengan meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan baik pendidikan secara umum atau pun pendidikan Islam secara khusus. Oleh karenanya disinilah tugas dari sebuah pendidikan sebagai upaya pembentukan serta pengembangan sumber daya manusia agar dalam prosesnya nanti bisa terwujud sesuai yang dicita-citakan, dalam tujuan pendidikan.
Maka dalam makalah ini, penulis akan mencoba menelaah seorang tokoh pendidikan yang membahas pendidikan Islam dalam budaya global, serta hal-hal yang terkait dengan falsafah pendidikan Islamnya yaitu pemikiran pendidikan Omar Mohammad At-Toumi Asy-Syaibany.

B.     Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.      Bagaimana biografi Asy-Syaibany?
2.      Bagaimana pandangan Asy-Syaibany terhadap Prinsip-Prinsip Yang Menjadi Dasar Pandangan Islam Terhadap Alam Semesta, Manusia, Masyarakat, Teori Pengetahuan Pada Pemikiran Islam, dan Dasar Falsafah Akhlak Dalam Islam?
3.      Bagaimana pandangan Asy-Syaibany terhadap Pemikiran Tentang Pendidikan?



BAB II
PEMBAHASAN


A.      Biografi Al-Syaibani
Mohammad Al-Syaibany yang mempunyai nama lengkap Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, beliau lahir di Libya. Beliau menempuh pendidikan hingga memperoleh gelar sarjana. Beliau memperoleh gelar B.A. dalam Studi Islam dan Sastra Arab dari Fakultas Daar El Ulum, Universitas Cairo, Mesir. Kemudian beliau melanjutkan kembali studinya hingga memperoleh gelar M.A dan Ph.D dalam Psikologi dan Pendidikan dari Universitas Ein Syams, Cairo, Mesir.
Setelah menyelesaikan studinya, kini beliau menjadi Professor dalam falsafah pendidikan di Universitas Tripoli Libya. Banyak pengalaman yang beliau terima, salah satunya pada tahun 1977 beliau mewakili Negara Libya dalam Konggres Pendidikan Islam sedunia di Makkah, dimana beliau juga menulis sebuah kertas kerja. Beliau merupakan seorang penulis yang karya-karyanya sudah cukup banyak dikenal di kalangan ahli falsafah, sebab hampir semua karyanya berkisar dalam falsafah Islam dan falsafah Pendidikan.[4]

B.       Prinsip-Prinsip Yang Menjadi Dasar Pandangan Islam Terhadap Alam Semesta
            Seorang ahli falsafah pendidikan itu sama juga halnya dengan ahli falsafah. Ia perlu menentukan sikap dan pandangannya terhadap wujud, baik sebagai fonemena, jenis dan aspek-aspeknya. Ini ialah karena sikap tersebut mempunyai kesan tersendiri terhadap pemikiran dan implementasi pendidikan. Sejajar dengan hakikat bahwa falsafah pendidikan, tujuan, kurikulum, metode pengajaran dan interksi yang ada kaitannya dengan konsep yang dianut sesorang tentang wujud ini.
Pendidian yang sehat akan menjadi tujuan asasnya ialah untukmemberi kemungkinan kepada pribadi atau golongan yang menjadi objek pendidikan, menyuburkan keimanan kepada wujud Tuhan, disamping meyakini hal-hal lain yang menjadi rentetan wujud Allah. Pendidikan itu harus mampu menolong mereka memahami fonemena alam yang baru. Dapat menyingkapkan rahasia dan undang-undang alam, disamping memberikan mereka kemungkinan untuk menggunakan segala sumber tenaga alam demi kemajuan insan.
Bedasarkan penjelasan di atas maka menurut Al-Syiabani prinsip-prinsip yang menjadi dasar pandangan islam terhadap alam semesta adalah sebagai berikut:
Prinsip Pertama, Sebagaimana pendidik-pendidik umum maka seorang pendidik muslim yakin bahwa pendidikan sebagai proses pertumbuhan membentuk pengalaman dan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku individu dan kelompok hanya akan berhasil melalui interaksi seseorang dengan perwujudan dan benda sekitar serta dengan alam sekeliling, tempat ia hidup. Makhluk, benda sekitarnya adalah termasuk sebagai alam yang luas tempat insan itu sendiri. Sebab itu proses pendidikan insan dan peningkatan mutu pada akhlaknya bukan sekedar nyata oleh alam sekitarnya sosial tetapi juga dengan alam sekitar alamiah yang bersifat material.
Prinsip Kedua, Bahwa yang dimaksud alam jagat atau natura ialah selain dari Allah. Termasuk cakrawala, langit buni bintang, gunung dan dataran, sungai dan lembah, tumbuh-tumbuhan, binatang, insan, benda dan sifat benda, makhluk benda yang bukan benda. Dalam halini Al-Syaibani menekankan bahwa jagat atau alam itu dijelaskan sebagai sesuatu yang memiliki keterkaitan dan berhubungan antara satu dengan lain. Ia mempunyai ruang beredar tempat bergerak sebagai keseluruhan. Ada hubungan alam yang menjalin ikatan antara  bagian-bagian alam tersebut. Namun dalam ikatan tersebut ada perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Setiap bagian mempunyai wujudnya yang tersendiri, peraturan dan disiplin yang unik terseniri dan khas untuknya. Disiplin ini mungkin tidak berhubungan dengan disiplin-disiplin lainnya.
Prinsip Ketiga, seorang Muslim yang mantap keimanan dan mendalam pengertiannya, percaya bahwa segala wujud yang mungkin atau yang semestinya adalah wujud benda dan roh sekaligus. Jadi alam, pada tanggapan seorang Muslim dibagi dua jenis: 1) alam benda dan 2) alam roh, alam astalika, ideal .
Prinsip Keempat, Alam dan seluruh isi serta fenomenanya senantiasa berubah. Alam berkembang dan bergerak terus dengan kehendak hukum yang telah digariskan oleh pencipta.
Prinsip Kelima, Setiap unsur dan bagian dari alam ini bergerak mengikuti hukum umum yang tertentu dan berdasarkan kepada hubungan teratur yang menunjukkan kesatuan tadbir dan peraturan. Hal ini menyebabkan setiap orang yang mengamati fenomena itu akan berhadapan dengan suatu kejadian yang rapih, mutlak dan harmonis. Terhadap kerapian, keindahan sesuatu yang begitu mengagumkan ia tidak dapat kecuali harus tunduk dan menyerah kepada kekuasaan dan keesaan pencipta buana ini.
Prinsip Keenam, Bahwa ada hubungan yang rapat dan langsung antara sebab dan musabab. Hal ini boleh dilihat oleh manusia dengan mengamati kejadian alam buana ini umpamanya hubungan makan dengan kenyang. Contoh fenomena di atas menunjukkan dengan jelas bahwa diantara undang-undang natural yang menguasai perjalanan ala mini ialah undang-undang “kausal” (sebab akibat).
Prinsip Ketujuh, Alam kodrat ini bukannya memusuhi manusia, ia sekali-kali tidak menghambat usaha insan untuk maju. Alam yang terbentang luas ini adalah teman yang setia bagi manusia. Yang boleh digunakan untuk maju. Selain itu memberikan kenikmatan dan kemudahan hidup insan dan keturunannya. Alam boleh menjadi sumber ilham, dan tanda untuk menolong akal manusia berfikir mencari kebenaran.
Prinsip Kedelapan, Alam jagat ini keseluruhannya adalah bersifat baru. Baik asas cabang unsur maupun jiwanya. Baik langit, bintang, cakrawala, maupun langit dan daratannya. Baik bintang, tumbuhan maupun benda-bendanya. Proses perkembangannya yang kait-mengait dan berentetan yang menjelaskan satu ikatan sebab-akibat tidak seharusnya mengelirukan tanggapan yang sebenarnya.
Allah pencipta insan dan jagat raya. Seluruh benda, zaman atau waktu. Dialah yang mengatur dan menjaganya. Kepadanyalah seluruh alam benda dan yang bernyawa akan kembali. Terbitnya alamini dari kekuasaan Allah adalah langsung dan mutlak bukan melalui media atau perantara
Prinsip Kesembilan, Penerimaan tentang hakikat barunya alam; berarti menerima wujud pencipta alam. Dengan perkataan lain, menguatkan adanya pencipta dari tidak ada. Pencipta inilah yang menjaga melindungi dan menggerakkan ala mini serta memperbaharui kejadian terus-menerus.
Prinsip Kesepuluh, Allah adalah sumber alam. Pencipta seluruh isi kandungannya. Ia memilih ciri-ciri keunggulan sebagai Tuhan yang mutlak. Ia bersifat dengan segala yang sempurna. Antara sifat-sifat kesempurnaannya ialah wujud, qidam, baqa, berbeda dengan benda baru, berdiri sendiri, tangguh, qodrah iradah, ilmu, hidup, mendengar, melihat, qalam, kuasa, berirodah, berilmu, bersifat hidup, bersifat mendengar, bersifat melihat, bersifat bercakap.[5]

C.      Prinsip-Prinsip Yang Menjadi Dasar Pandangan Islam Terhadap Manusia
            Kaitannya dengan manusia atau insane, Al-Syaibani mengungkapkan tentang wujud insane adalah amat penting dalam kontek falsafah umum dan falsafah pendidikan. Tidak akan sempurna falsafah tanpa menjelaskan pendiriannya tentang insan. Konsep insan baik tentang watak, ciri-ciri penting dan aspek-aspek yang membentuknya. Bedasarkanhal tersebut Maka Al-Syaibani membagi menjadi beberapa pinsip tentang manusia atau insan menurut Islam, prinsip tersebut antara lain:
Prinsip Pertama, Keyakinan tentang manusia itu makhluk yang termulia dari segenap makhluk dan wujud lain yang ada di alam jagat ini. Allah karuniakan yang membedakannya dari makhluk lain.
Prinsip Kedua, kepercayaan akan kemuliaan manusia, maka manusia dilantik menjadi khalifah di bumi untuk memakmurkaannya, untuk itu dibebankan kepada manusia amanah Attaklif.
Prinsip Ketiga, Kepercayaan bahwa insan sebagai makhluk sosial yang berbahasa, boleh menggunakan bahasa sebagai media berfikir dan berkomunikasi. Ia mampu berfikir. Ia dapat menjadikaan alam sekitarnya sebagai objek renungan, pengamatan dan arena tempat menimbulkaan yang diinginkan.
Prinsip Keempat, Kepercayaan bahwa manusia mempunyai tiga  mrata (dimensi), yaitu badan, akal, dan ruh.
Prinsip Kelima, Meyakini bahwa manusia dengan seluruh perwatakan dan cirri pertumbuhannya adalah hasil pencapaian dua factor, yaitu factor warisan dan lingkungan.
Prinsip Keenam, Bahwa manusia mempunyai motivasi, kecenderungan dan kebutuhan permulaan baik yang diwarisi atau yang diperoleh dalam proses sosialisasi. Yaitu yang diperoleh ketika berinteraksi dengan elemen lingkungan yang bersifat benda, manusia dan kebudayaan.
Prinsip Ketujuh, Setiap manusia berbeda dalam tenaga, perwatakan, kesediaan, sikap, dorongan, tujuan, dan jalan-jalan yang dilaluinya untuk mencapai tujuan. Hakikat ini menyebaabkan insan merasakan diri sebagai satu makhluk yang tersendiri dan beridentitas, berbeda dengan orang lain.
Prinsip Kedelapan, Meyakini bahwa watak insan ialah luwes, lentur (flexible). Ia mampu menguasai ilmu pengetahuan, menghayati, dan sehat dengan adat-adat, nilai, tendensi atau aliran baru.[6]

D.      Prinsip-Prinsip Yang Menjadi Dasar Pandangan Islam Terhadap Masyarakat
Al-syaibani membicarakan beberapa prinsip dan keyakinan yang menjadi dasar pandangan Islam terhadap masyarakat sebagai arena tempat dimana individu dan kelompok berinteraksi, menjalin hubungan sesamanya, di mana usaha terpadu, saling memahami dan menyatakan rasa masing-masing, motivasidan kebutuhan dapat dipenuhi, masing-masing mempelajari dan menghayati nilai, tradisi, sikap, ciri budaya dan lain-lain. Semasa berinteraksi inilah individu dan kelompok perlahan-lahan membina kesatuan sehingga sampai terwujud satu kesatuan ummah dan insan sejagat.
Adapun menurut Al-Syaibani prinsip-prinsip yang menjadi dasar pandangan islam terhadap masyarakat yaitu:
Prinsip Pertama, Kepercayaan bahwa masyarakat itu sekumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan tanah air, kebudayaan dan agama.
Prinsip Kedua,  Kepercayaan bahwa masyarakat Islam mempunyai Identitas khas dan cirri-cirinya tersendiri. Masyarakat Islami ciri-cirinya adalah: Iman kepada Allah dan Rasulnya, Agama diletakkan pada proporsi tertinggi, Penilaian tertinggi terhadap akhlak dan tatasusila, Ilmu, Menghormati sesama manusia, Kekluargaan/ tali persaudaraan, Masyarakat dinamik, Bekerja, Harta/ ekonomi, Kekuatan dan keteguhan, Terbuka, dan Kasih sayang.
Prinsip Ketiga, Meyakini bahwa asas untuk membina masyarakat ialah akidah kepercayaan bahwa Allah itu wujud dan esa.
Prinsip Keempat, Kepercayaan bahwa Agama dalam pengertian luas yang merangkum setiap yang berhubungan dengan akidah, ibadah, pergaulan ialah teras dalam kehidupan pribadi dan masyarakat.
Prinsip Kelima, Meyakini bahwa ilmu yang sebenar-benarnya adalah sebaik-baik asas sesudah iman, agama, dan akhlak untuk mencapai kemajuan, kekuatan dan kemakmuran masyarakat, baik dalam bidang material maupun spiritual.
Prinsip Keenam, Meyakini bahwa adanya perubahan dalam masyarakat. Perubahan ini meliputi binaan dan struktur masyarakat, susun lapis, system, kebudayaan, nilai, akhlak, dan cara hidup, tradisi, kebiasaan, undang-undang, dan segala sesuatu yang ada dalam masyarakat tersebut.
Prinsip Ketujuh, Kepercayaan pentingnya Individu dalam masyarakat, harga diri dan nilai seseorang dalam bermasyarakat.
Prinsip Kedelapan, Kepercayaan pada  pentingnya  keluarga dalam masyarakat.
Prinsip Kesembilan, Kepercayaan bahwa segala yang menuju kesejahteraan bersama, keadilan, dan kemaslahatan antara manusia termasuk diantara tujuan-tujuan syari’at Islamiyah[7]

E.       Prinsip-Prinsip Yang Menjadi Dasar Teori Pengetahuan Pada Pemikiran Islam
Pentingnya pengetahuan dalam pendidikan dan kehidupan, Islam sendiri menekankan pentingnya dalam ajaran-ajaran dan pemikirannya, pengertian pengetahuan manusia pada pemikiran modern dan pemikiran Islam, jenis-jenis pengetahuan manusia dan tingktan-tingkatan keutamaannya, sumber-sumber pengetahuan dan alat-alat untuk memperolehnya dan hubungan yang mengikatnya dengan akal yang diperolehnya. Maka pada dasarnya Islam membentuk pemikiran Islam dan ajaran Islam yang toleran. Dalam hal ini Al-Syiabani mengungkapkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar teori pengetahuan pada pemikiran islam, antara lain:
Prinsip pertama, Percaya pentingnya pengetahuan sebagai tujuan asasi pendidikan
Prinsip Kedua, Kepercayaan bahwa pengetahuan adalah segala yang kita capai dengan pancaindera atau akal kita atau kita terima melalui intuisi atau ilham atau  agama.
Prinsip Ketiga, Kepercayaan terhadap bertingkatnya pengetahuan itu pada keutamaan dan nilainya.
Prinsip Keempat, Kepercayaan bahwa pengetahuan manusia mempunyai berbagai sumber.
Prinsip Kelima, Percaya bahwa pengetahuan itu terpisah dari akal yang mengetahuinya.
Prinsip Keenam, Kepercayaan bahwa pengetahuan yang baik yaitu yang di dalamnya terkandung keyakinan dan kesesuaian dengan agama.[8]
F.       Prinsip-Prinsip Yang Menjadi Dasar Falsafah Akhlak Dalam Islam
Menurut Al-Syaibani segi-segi terpenting teori akhlak dalam Islam, mulai dari percaya pada pentingnya akhlak sehingga percaya pada prinsip balasan akhlak (moral). prinsip-prinsip yang menjadi dasar falsafah akhlak dalam islam, yaitu:
Prinsip Pertama, Kepercayaan akan pentingnya akhlak dalam hidup
Prinsip Kedua, Kepercayaan bahwa akhlak itu sikap yang mendalam di dalam jiwa.
Prinsip Ketiga, Kepercayaan bahwa akhlak Islam yang berdasar syariat Islam yang kekal yang ditunjukkan oleh teks-teks agama islam dan ajaran-ajarannya.
Prinsip Keempat, Kepercayaan bahwa akhlak dalam Islam ialah mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat bagi individu dan kebaikan bagi masyarakat.
Prinsip Kelima, Percaya bahwa akhlak Islam itu akhlak kemanusiaan yang sesuai fitrah.
Prinsip Keenam, Kepercayaan bahwa teori akhlak tidak sempurna kecuali kalau disitu ditentukan sebagian konsep-konsep asas seperti akhlak hati-nurani, kepastian khlak, tanggung jawab akhlak, dan ganjaran akhlak.[9]

G. Pemikiran Tentang Pendidikan
Aspek-aspek pelaksanaan dari prinsip-prinsip tersebut dalam falsafah pendidikan Islam yang dikemukakan oleh Al-Syaibany, diantaranya adalah tentang konsep tujuan dalam pendidikan Islam, kurikulum pendidikan Islam, dan metode mengajar dalam pendidikan Islam. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu persatu, yaitu sebagai berikut:
1.    Tujuan Pendidikan
a.    Konsep Tujuan dalam Pendidikan Islam
Definisi konsep tentang tujuan pendidikan yang paling sederhana adalah “perubahan”, perubahan disini yaitu adanya perubahan tingkah laku setelah melalui proses pendidikan, baik dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Ada juga yang mengartikan proses pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi dalam masyarakat.
Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.[10] Tujuan adalah suatu perubahan yang diinginkan dan diusahakan dengan proses pendidikan untuk mencapainya (tujuannya). Proses pendidikan maupun proses pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dalam proses perubahan-perubahan yang diinginkan, adapun tujuan-tujuan tersebut meliputi.[11]
1)      Tujuan individu, berkaitan perubahan individu secara pribadi.
2)      Tujuan sosial, berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
3)      Tujuan profesional, berkaitan dengan profesi maupun aktifitas-aktifitas pengajaran dalam pendidikan.

b.    Tahap-Tahap Tujuan Pendidikan
Al-Syaibani membagi tahap-tahap tujuan pendidikan Islam menjadi tiga tahap, yaitu:
1)      Tujuan tertinggi atau terakhir bagi pendidikan adalah tujuan paling tinggi dari tujuan lainnya, yaitu pendidikan yang berorientasi kepada Allah untuk tujuan utamanya, disamping terdapat tujuan-tujuan yang lain.
2)      Tujuan-tujuan umum bagi pendidikan adalah maksud-maksud metode atau perubahan-perubahan yang dikehendaki yang diusahakan oleh pendidikan untuk mencapainya. Secara umum tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan insan yang paripurna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta  membentuk manusia dengan kepribadian muslim, yakni manusia yang bertaqwa dengan sebenar-benarnya taqwa kepada Allah SWT sehingga manusia tersebut mampu terhindar dari siksaan api neraka dan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
3)      Tujuan-tujan khas pendidikan, diantara tujuan khas atau tertentu yaitu tentang “penumbuhan dorongan agama dan akhlak”, antara lain sebagai berikut:
a)      Memperkenalkan kepada generasi muda akan akidah-akidah Islam.
b)      Menumbuhkan kesadaran yang benar pada diri pelajar terhadap agama, termasuk prinsip-prinsip, dan dasar-dasar akhlak yang mulia.
c)      Menanamkan keimanan kepada Allah, beserta rukun iman yang lainnya.
d)     Menumbuhkan minat generasi muda untuk menambah pengetahuan dalam adab dan pengetahuan keagamaan dan untuk mengikuti hokum-hukum agama dan kecintaan dan kerelaan.
e)      Menanamkan rasa cinta dan penghargaan kepada Alquran.
f)       Menumbuhkan rasa bangga terhadap sejarah dan kebudayaan Islam.
g)      Menumbuhkan akhlak terpuji.
h)      Mendidik naluri, motivasi, dan keinginan generasi muda agar selalu membentenginya dengan akidah dan nilai-nilai.
i)        Menanamkan iman yang kuat kepada Allah pada diri mereka.
j)        Membersihkan hati mereka dari berbagai penyakit hati.[12]

c.    Ciri-ciri Tujuan Pendidikan Islam dan Prinsip-prinsip umum yang menjadi dasarnya
Diantara ciri-ciri tujuan pendidikan Islam yang paling menonjol   adalah:
1)      Sifatnya yang bercorak agama dan akhlak.
2)      Sifat keseluruhannya yang mencakup segala aspek pribadi pelajar dan semua aspek perkembangan dalam masyarakat.
3)      Sifat seimbang pada penumpuannya, kejelasannya, tidak adanya pertentangan diantara unsur-unsurnya dan cara-cara pelaksanaannya.
4)      Sifat realistis dan dapat dilaksanakan, dan penekanan pada perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku.[13]
Adapun prinsip-prinsip yang menjadi dasar tujuan pendidukan Islam, antara lain sebagai berikut:
1)      Prinsip Menyeluruh (Universal)
2)      Prinsip Keseimbangan dan Kesederhanaan.
3)      Prinsip Kejelasan.           
4)      Prinsip Tidak Ada Pertentangan.
5)      Prinsip Realisme dan Dapat Dilaksanakan.
6)      Prinsip Perubahan Yang Diingini.
7)      Prinsip Menjaga Perbedaan-perbedaan Perseorangan.
8)      Prinsip Dinamisme dan Menerima Perubahan dan Perkembangan Dalam Rangka Metode-metode Keseluruhan yang Terdapat Dalam Agama.[14]

2. Falsafah Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum dalam bahasa arab disebut “Manhaj”, secara umum Kurikulum pendidikan ialah segala sesutu atau seperangkat perencanaan yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan yang berisi materi (bahan) ilmu pengetahuan yang mampu berfungsi sebagai alat untuk mencapai atau mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan. Kurikulum pendidikan Islam harus sejalan dengan idealitas serta mengandung tata nilai Islami baik secara intrinsik maupun  ekstrinsik yang mampu merealisasikan tujuan pendidikan Islam.[15] Sedangkan menurut al-Syaibani kurikulum adalah suatu jalan terang yang dilalui oleh lembaga pendidikan maupun pendidik untuk mengembangkan potensi, keterampilan serta pengetahuan peserta didik, sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.[16]
Dari beberapa definisi kurikulum diatas, hakikat dari kurikulum adalah suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan tertentu. Kemudian, jika disambungkan dengan filsafat dan pendidikan Islam, kurikulum pendidikan Islam mempunyai arti sebagai suatu rangkaian program yang mengarahkan kegiatan belajar mengajar secara sistemtis dan berarah tujuan serta melukiskan cita-cita nilai-nilai keIslaman. Kurikulum mempunyai 4 aspek utama, yaitu :
a.       Tujuan-tujuan pendidikan.
b.      Pengetahuan-pengetahuan.
c.       Metode atau cara-cara mengajar.
d.      Evaluasi atau penilaian.
Kurikulum sangat penting dalam pendidikan Islam, yaitu sebagai :
a.       Alat untuk mendidik generasi muda dan menolong mereka untuk membuka dan mengembangkan kesediaan, minat, bakat, kekuatan, dan ketrampilan.
b.      Alat untuk menciptakan perubahan yang diinginkan pada kebiasaan, kepercayaan, sikap, system, dan gaya hidup masyarakat.
Adapun Ciri-ciri umum kurikulum pendidikan Islam, menurut al-Syaibani yaitu:
a.       Mementingkan tujuan agama dan akhlak dalam berbagai hal seperti tujuan dan kandungan, kaidah, alat dan tehniknya.
b.      Meluaskan perhatian dan kandungnnya mencakaup perhatian, pengembangan serta bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar baik dari segi intelektual, psikologi, sosial maupun spiritual.
c.       Adanya prinsip keseimbangan antara kandungan kurikulum tentang ilmu dan seni, pengalaman dan kegiatan pengajaran.
d.      Menekankan kepada konsep secara menyeluruh, keseimbangan pada kandungannya yang tidak terbatas pada ilmu-ilmu teoritis baik yang bersifat naqli maupun aqli. Tetapi meliputi aktivitas pendidikan seni, jasmani, bahasa,dll.
e.       Keterkaitan antara kurikulum pendidikan Islam dengan minat, kemampuan, keperluan dan perbedaan individual antara peserta didik.[17]
Dengan melihat ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam di atas, kurikulum pendidikan Islam disusun dengan mengikuti tujuh prinsip, meliputi; Prinsip pertautan dengan Agama, Prinsip Universal, Prinsip keseimbangan, Prinsip keterkaitan dengan bakat dan minat, Prinsip fleksibelitas, Prinsip memperhatikan perbedaan-perbedaan yang ada, Prinsip pertautan antara mata pelajaran dengan aktifitas fisik yang tercakup dalam kurikulum pendidikan Islam. Adapun dasar-dasar umum yang menjadi landasan kurikulum pendidikan Islam, menurut al-Syaibani yaitu Dasar agama, falsafah, psikologis dan sosial.

3. Falsafah Metode Pendidikan Islam
Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan Islam, ia tidak akan berarti apa-apa, manakala tidak memiliki metode atau cara yang tepat untuk mentransformasikannya kepada peserta didik. Hal ini berarti bahwa metode termasuk persoalan yang esensial, karena tujuan pendidikan Islam akan tercapai apabila jalan yang ditempuhnya benar dan tepat.[18] Metode adalah suatu jalan atau cara untuk menyampaikan mata pelajaran maupun segala hal yang sudah tercantum dalam kurikulum demi mencapai tujuan.[19]
Dalam kitab-kitab pendidikan Islam banyak gambaran dan uraian tentang metode atau cara mengajar, dalam pandangan al-Syaibani diantara metode-metode umum seperti yang biasa yang kita ketahui, disini ada empat macam metode diantaranya:
a.       Metode pengambilan kesimpulan atau induktif yaitu, metode dimulai dengan membahas dari hal-hal yang bersifat khusus baru kemudian diambil kesimpulan. Artinya seorang pembimbing mengajarkan kepada peserta didik untuk mengetahui fakta-fakta dan hukum-hukum umum melalui jalan pengambilan kesimpulan atau induksi
b.      Metode perbandingan ialah suatu metode yang membandingkan antara ilmu satu dengan ilmu satunya  untuk memperoleh makna yang benar maupun kaidah-kaidah dari pelajaran tersebut, biasanya dalam hal hukum.
c.       Metode kuliah ialah metode dengan menyiapkan pelajarannya terlebih dahulu kemudian membahas pokok masalah yang terkait kemudian disimpulkan, dan peserta didik mencatat, serta memahaminya.  Metode ini lebih cocok diterapkan pada anak yang sudah dewasa, misalnya mahasiswa. Karena metode ini memerlukan pemahaman yang lebih yang sulit dijangkau oleh anak kecil.
d.      Metode dialog dan perbincangan ialah, metode yang didasarkan atas dialog dan pebincangan melalui janya jawab untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ada dan untuk sampai kepada fakta yang tidak dapat diragukan, dikritik, dan dibantah lagi.[20]
Adapun metode yang ditawarkan al-Syaibani, meliputi:
a.       Metode lingkaran (halaqah), Yaitu para pelajar mengelilingi gurunya dalam setengah bulatan untuk mendengarkan penjelasannya.
b.      Metode riwayat, Biasanya metode ini digunakan dalam materi hadits, bahasa, sastra arab, fiqih, dan ilmu kalam.
c.       Metode mendengar, yaitu murid hanya mendengarkan penjelasan dari gurunya.
d.      Metode membaca.
e.       Metode Imla’ (dictation), Merupakan metode yang selanjutnya setelah mendengarkan, artinya selain siswa mendengarkan, siswa juga mencatatnya.
f.       Metode Lawatan, yaitu modtode dengan mengadakan penelitian ilmiah untuk mendapatkan suatu pengetahuan.[21]
Selain itu ciri-ciri dan tujuan-tujuan umum metode dalam pendidikan Islam antara lain :                                                          
a.       Berpadunya metode dan cara-cara, dari segi tujuan dan alat dengan jiwa ajaran dan akhlak Islam yang mulia.
b.      Bersifat luwes dan dapat menerima perubahan dan menyesuaikan dengan keadaan serta mengikuti sifat pelajar.
c.       Mengaitkan antara teori dan praktek.
d.      Mengajar secara keseluruhan, tidak boleh diringkas.
e.       Memberikan kebebasan kepada murid untuk berdiskusi, berdebat, dan berdialog, selama masih dalam batas kesopanan dan saling menghormati.
Adapun Tujuan-tujuannya, antara lain :
a.       Menolong pelajar untuk mengembangkan pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilannya.
b.      Membiasakan pelajar untuk menghafal, memahami, dan berpikir sehat.
c.       Memudahkan proses pengajaran.
d.      Menciptakan suasana yang sesuai dengan keadaan pelajar.[22]
Al-Syaibani juga dasar-dasar dan prinsip-prinsip metode mengajar dalam pendidikan Islam, yaitu diantaranya:
a.       Dasar Agama.
b.      Dasar Biologis.
c.       Dasar Psikologis.
d.      Dasar Sosial.
Prinsip-prinsipnya, antara lain:
a.       Pentingnya menjaga motivasi pelajar dan kebutuhan, minat, dan keinginannya pada proses belajar.
b.      Pentingnya menjaga tujuan pelajar dan menolongnya mengembangkan tujuan tersebut.
c.       Memelihara tahap kematangan yang dicapai oleh pelajar dan derajat kesediaannya untuk belajar.
d.      Pendidik seharusnya mempersiapkan peluang partisipasi yang praktikal.
e.       Pentingnya memperhatikan kefahaman, mengetahui hubungan, kepaduan dan kelanjutan pengalaman, sifat baru, keaslian dan kebebasan berfikir.
f.       Pentingnya membuat proses pendidikan itu suatu proses yang menggembirakan dan menciptakan kesan yang baik pada diri pelajar.[23]

4. Implikasi Pemikiran  Al-Syaibani Dalam Kehidupan Sekarang
Adapun sumbang ilmu al-Syaibani dalam realisainya dalam kehidupan sekarang khususnya dunia pendidikan Islam, sungguh luar biasa, baik dari prinsip, tujuan pendidikan Islam, kurikulum yang telah beliau ditawarkan, serta metode-metode dalam proses penyampainnya. Walaupun  dari prinsip-prinsip falsafah pendidikan Islam serta tujuan pendidikan Islam itu baik. Namun apabila dalam dunia pendidikan, baik dari pemerintah, lembaga pendidikan, khususnya para pendidik tidak mampu menerapkan sesuai  apa yang menjadi amanahnya, tidak lepas dari pemerhatian perkembangan zaman maka tidak akan terealisasi dengan baik. Begitu juga dengan karakteristik kurikulum pendidikan Islam yang mencerminkan nilai-nilai Islami sebagai program pendidikan Islam yang telah dikemukakan diatas, tidak hanya menempatkan peserta didik sebagai objek dalam pendidikan, melainkan juga sebagi subyek didik yang sedang mengembangkan diri menuju kedewasaan sesuai dengan konsepsi Islam. Karena kurikulum tidak akan bermakna apapun apabila tidak dilaksanakan dalam situasi dan kondusi yang terciptnaya interaksi edukatif. Jadi ciri khas kurikulum pendidikan Islam memandang peserta didik sebagi makhluk yang potensial, yang mampu mengembangkan dirinya sendiri melalui proses pendidikan.
Dalam kaitannya dengan penerapan metode menurut al-Syaibani yang telah disebutkan diatas, sebagian lembaga pendidikan sudah menerapkannya. Menurut Samsul Nizar dalam aktvitas kependidikannya Islam bahwa prinsip dalam penerapannya tidak ada satu pun metode yang paling ideal dalam mencapai tujuan pendidikannya.[24] Dalam kehidupan sekarang diharapkan kepada pendidik agar bersikap arif dan bijaksana dalam memilih dan menerapkan metode pengajaran yang relevan dalam proses pembelajaran, sehingga tujuan yang diinginkan tercapai.
Semakin besar pengaruhnya budaya global, diharapkan dalam membuat nilai-nilai budaya institusi dibingkai dengan nilai-nilai Islam, berdasarkan Alquran, Sunnah, dan khazanah dan tradisi Islam. Tiga unsur penting dalam pendidikan di Indonesia belum tercapai secara maksimal. Ketiga unsur tersebut yaitu pertama unsur kognitif yang meliputi kemampuan intelektual dan akademik. Kedua, unsur afektif yang menekankan pembinaan emosi dan sikap anak didik. Ketiga unsur psikomotorik yang mencakup praktik dan penanaman habit (kebiasaan).
Jadi upaya yang bisa dilakukan adalah salah satunya menggunakan filsafat sebagai alat untuk memicu prestasi peserta didik. Sebab urgensi filsafat dalam pendidikan sangat penting. Filsafat membantu meningkatkan kemampuan logis analisis siswa, meningkatkan sensitivitas rasa dan mengembangkan sikap mulia. Selain itu, filsafat memacu ketrampilan etik dan habit agar anak didik mampu menerapkan akhlak mulia dan cinta keindahan.”Filsafat sering disalah artikan padahal filsafat adalah dasar ilmu”.
Pendekatan tujuan ini memiliki makna, bahwa upaya pendidikan Islam adalah pembinaan pribadi muslim sejati yang mengabdi dan merealisasikan “kehendak” Tuhan sesuai dengan syariat Islam, serta mengisi tugas kehidupannya didunia dan menjadikan kehidupan akhirat sebagai tujuan utama pendidikannya. Esensi  pendidikan sebagai pengupayaan ke arah perubahan-perubahan perilaku yang lebih “baik” adanya perubahan-perubahan sebagaimana yang diinginkan, sesuai dengan  tujuan-tujuan yang telah digariskan oleh  suatu lembaga pendidikan sekolah, sebagai bukti nyata adanya aktivitas pendidikan itu sendiri. Tidak ada salahnya ketika kita mengkonsumsi budaya-budaya global, dengan syarat kita terlebih dahulu memfilter budaya-budaya tersebut dan kita sesuaikan dengan nilai-nilai Islam dan sistem pendidikan kita, kemudian kita terapkan kedalam dunia pendidikan.
Selain itu berdasarkan fenomena dan kondisi objektif dunia pendidikan Islam pada konteks  masa kini yang terangkum dalam konsep tujuan yang berorientasi pada perubahan tingkah laku setelah melalui proses pendidikan baik dalam kehidupan individu maupun masyarakat, konsep yang ditawarkan Al Syaibani ini sungguh memiliki relevansi yang tinggi serta layak dipertimbangkan dan di implementasikan dalam dunia pendidikan Islam.
Secara Akademis pemikiran kritis dan inovatif seperti yang diungkapkan Al Syaibani, dalam konteks demi kemajuan dunia pendidikan Islam merupakan suatu keniscayaan, untuk ditumbuhkembangkan secara terus menerus, hal tersebut merupakan konsekuensi dan refleksi rasa tanggung jawab yang memiliki fungsi dan tugas utama sebagai khalifah di muka bumi.



BAB III
KESIMPULAN


Pendidikan sebagai lembaga yang sangat strategis dan potensial dalam menumbuh-kembangkan dan menghidup-suburkan perilaku moral, yang sudah semestinya diarahkan pada pembangunan humanitas. Adapun tujuan pendidikan dalam Islam adalah terbentuknya anak didik menjadi hamba Allah yang berkepribadian muttaqin, bertanggung jawab dan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Al-Syaibani, mengemukakan bahwa tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat. Semetara tujuan akhir yang akan dicapai adalah mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, fisik, kemauan, dan akalnya secara dinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan fungsinya sebagai khalifah fil ardh, maka kewajiban baginya yaitu mengembngakan segala asapek yang ada pada dirinya melalui belajar, baik dari aspek jasmaniyah, aqliyah, maupun khuluqiyah. Setelah semua aspek itu telah dikembangkan dengan baik, maka akan memberi dampak pada lingkungan sosial atau masyarakat.
Berdasarkan fenomena dan kondisi objektif dunia pendidikan Islam pada konteks  masa kini yang terangkum dalam konsep tujuan yang berorientasi pada perubahan tingkah laku setelah melalui proses pendidikan baik dalam kehidupan individu maupun masyarakat, konsep yang ditawarkan Al Syaibani ini sungguh memiliki relevansi yang tinggi serta layak dipertimbangkan dan di implementasikan dalam dunia pendidikan Islam.
Secara Akademis pemikiran kritis dan inovatif seperti yang diungkapkan Al Syaibani, dalam konteks demi kemajuan dunia pendidikan Islam merupakan suatu keniscayaan, untuk ditumbuhkembangkan secara terus menerus, hal tersebut merupakan konsekuensi dan refleksi rasa tanggung jawab yang memiliki fungsi dan tugas utama sebagai khalifah di muka bumi.

DAFTAR PUSTAKA


Abudinnata. 2005. Filsafat Pendidikan Islam,  Jakarta: Media Pratama
Zuhairini. 2008. Filsafat Pendidikan Islam. cetakan ke4. Jakarta: Bumi Aksara,
As-Syaibani, Omar Muhammad Al-Toumy. 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Daradjat, Zakiah dkk., 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Prof. H. M. Arifin, M.Ed., 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara
Abdullah, Abdurahman Saleh. 1990. Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, terj. H.M.Arifin, Jakarta: Rineka Cipta
Nizar, Samsul. 2010. Filsafat Pendidikan Islam,  Pendekatan Historis Teoritis dan praktis. Jakarta: Ciputat Press




[1]Abudinnata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Media Pratama, 2005), hlm. 101
[2] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (cetakan ke4; Jakarta. Bumi Aksara, 2008) , hlm. 98
[3] Prof. Omar Muhammad Al-Toumy As-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 292

[4]Ibid., hlm. 1

[5]Ibid.,  hlm.55-86
[6] Ibid., hlm. 103-156
[7] Ibid., hlm. 164-229
[8] Ibid., hlm. 260-295
[9] Ibid., hlm. 312-363
[10] Dr. Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),  hlm.29
[11] Asyaibani,  Falsafah Pendidikan Islam…………., hlm.399
[12] Ibid., hlm.423-424
[13] Ibid., hlm. 436
[14]Ibid., hlm. 437-443
[15] Prof. H. M. Arifin, M.Ed., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011),  hlm.141
[16]Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam…………………., hlm.478
[17] Ibid., hlm. 491-512
[18]Abdurahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, terj. H.M.Arifin, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm.197 
[19] Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam……………, hlm. 552
[20] Ibid., hlm. 561-565
[21] Ibid., hlm. 472-579
[22] Ibid., hlm. 583-585
[23] Ibid., hlm. 586-619
[24]Dr.H. Samsul Nizar, M.A. Filsafat Pendidikan Islam,  Pendekatan Historis Teoritis dan praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2010), hlm. 74

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates