BAB I
PENDAHULUAN
Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia terhadap
Tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapat ketenangan dan kebahagiaan di
dunia dan di akhirat nanti. Bentuk dan jenis ibadah sangat bermacam – macam,
seperti Sholat puasa, naik haji, jihad, membaca Al-Qur’an, dan lainnya. Dan
setiap ibadah memiliki syarat – syarat untuk dapat melakukannya, dan ada pula
yang tidak memiliki syarat mutlak untuk melakukannya. Diantara ibadah yang
memiliki syarat-syarat diantaranya jika kita akan melakukan ibadah sholat maka
syarat untuk melakukan ibadah tersebut ialah kita wajib terbebas dari segala
najis maupun dari hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil.
Kualitas pahala ibadah juga dipermasalah jika kebersihan dan
kesucian diri seseorang dari hadats maupun najis belum sempurna. Maka ibadah
tersebut tidak akan diterima. Bersuci merupakan salah satu ajaran yang sangat
ditekankan dalam Islam. Terutama menyangkut ibadah shalat, suci merupakan
syarat sahnya shalat. Oleh karena itu setiap orang yang hendak shalat harus
bersuci dahulu. Cara bersuci dari hadats adalah dengan mengerjakan wudlu',
mandi atau tayammum, sedangkan cara bersuci dari najis adalah dengan
menghilangkan najis yang ada di badan, tempat dan pakaian.
إِنَّ
اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَ يُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
Seungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang
mensucikan diri (Al-Baqoroh :222).
Dalam Fikih
masalah ini dibahas dalam bab Thaharah. Thaharah menurut bahasa artinya
“bersih” sedang menurut syara’ berarti bersih dari hadats dan najis. Bersuci
dari hadats hanya di bagian badan saja. hadats ada dua, yaitu: hadats besar dan hadats kecil. Cara
menghilangkan hadats besar dengan mandi atau tayamum dan cara menghilangkan
hadats kecil dengan wudhu atau tayamum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Thaharah
Thaharah berarti bersih (nadlafah), suci
(nazahah), terbebas ( khulus ) dari kotoran (danas). Seperti tersebut dalam
surat Al- baqorah ayat 222:
إنّ الله يحبّ التّوّابين و يحبّ المتطهّرين
Yang artinya: “sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri “ .
Menurut syara’ thaharah itu adalah mengangkat
(menghilangkan) penghalang yang timbul dari hadats dan najis. Dengan demikian
thaharah syara’ terbagi menjadi dua yaitu thaharah dari hadats dan thaharah
dari najis.
B.
Alat Bersuci
Sebelum memahami bagaimana tata cara bersuci
(Wudhu, Tayamum, mandi Besar), perlu dipahami terlebih dahulu masalah alat
untuk bersuci. Alat utama untuk bersuci adalah air, namun ada keadaan
tertentu, dimana air bisa digantikan dengan benda lain.
Air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah
air yang suci dan mensucikan. Dilihat dari sumbernya air itu ada tujuh macam:
- Air sumur
- Air Hujan
- Air Sungai
- Air Laut
- Air Embum
- Air telaga
- Air salju
Dilihat dari segi hukumnya air itu dibagi
menjadi 4 macam:
- Air
Muthlak
Air Muthlak yaitu air suci yang dapat
mensucikan (thahir wa munthahhir lighairih), artinya air itu dapat digunakan
untuk bersuci, misalnya air hujan, air sumur, air laut, air salju dan air
embun.
- Air
Makhruh
Air makruh yaitu air yang yang suci dan dapat
mensucikan tetapi makruh digunakannya Seperti air musyammas: Air musyammas
adalah air panas akibat sengatan matahari di dalam bejana yang terbuat dari
logam selain emas dan perak, dan berada di daerah yang panas seperti Negara
yaman saat kemarau.
- Air Suci tetapi
tidak mensucikan
Air suci tetapi tidak dapat digunakan untuk
bersuci (tharir wa ghairu muntharir lighairih); yaitu air Yang boleh diminum
tetapi tidak sah untuk bersuci. contohnya:
a.
Air Musta’mal yaitu Air sedikit yang telah
dipakai untuk bersuci walaupun tidak berubah sifatnya.
b.
Air suci yang tercampur dengan benda suci,
seperti air teh, air kopi dan lain sebagainya.
- Air
Mutanajis
Air Mutanajis, yaitu air yang terkena najis.
Air mutanajis, apabila kurang dari dua kulah (kira-kira 60cm x 60cm kubik),
maka tidak sah untuk bersuci. tetapi apabila lebih dari dua kulah dan tidak
berubah sifatnya (bau, rupa dan rasanya), maka sah untuk bersuci.
C.
Thaharah Dari
Hadats
Macam-macam
Hadats dibagi 2 :
1.
Hadats besar ialah keadaan seseorang tidak suci
dan supaya ia menjadi suci, maka ia harus mandi atau jika tidak ada air dengan
tayamum. Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadats besar ialah :
a.
Bersetubuh baik keluar mani ataupun tidak
b.
Keluar mani, baik karena bermimpi atu sebab
lain
c.
Meninggal dunia
d.
Haid, nifas dan wiladah
2.
Hadats kecil adalah keadaan seseorang tidak suci
dan supaya ia menjadi suci. maka ia harus wudhu atau jika tidak ada air dengan
tayamum. Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadats kecil ialah:
a.
Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu
qubul dan dubur
b.
Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila
atau sebab lain seperti tidur
c.
Karena persentuhan antara kulit laki-laki dan
perempuan yang bukan mahramnya tanpa batas yang menghalanginya
d.
Karena menyentuh kemaluan
Thaharah dari
hadats ada tiga macam yaitu wudhu’, mandi, dan tayammum. Alat yang digunakan
untuk bersuci adalah air mutlak untuk wudhu’ dan mandi, tanah yang suci untuk
tayammum.
D. Wudhu’
1.
Pengertian wudhu
Menurut
lughat ( bahasa ) wudhu adalah perbuatan menggunakan air pada anggota tubuh
tertentu. Dalam istilah syara’ wudhu’ adalah perbuatan tertentu yang dimulai
dengan niat. Mula-mula wudhu’ itu diwajibkan setiap kali hendak melakukan
sholat tetapi kemudian kewajiban itu dikaitkan dengan keadaan berhadats.
Dalil-dalil wajib wudhu’:
a.
Ayat Al-Qur'an surat al-maidah ayat 6 yang
artinya “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melakukan sholat,
maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan ke dua mata kaki …”
b.
Hadits Rasul SAW yang artinya “ Allah
tidak menerima shalat seseorang kamu bila Ia berhadats, sampai Ia berwudhu’ “ (
HR Baihaqi, Abu Daud, dan Tirmizi).
2.
Syarat Wudhu
Syarat-syarat wudhu’ ialah:
a.
Islam
b.
Mumayiz (dapat membedakan baik buruknya sesuatu
pekerjaan).
c.
Tidak berhadas besar.
d.
Dengan air yang suci dan menyucikan.
e.
Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke
kulit seperti getah dsb yang melekat di atas kulit anggota wudhu.
3.
Fardu Wudhu’
Fardunya wudhu’ ada enam perkara:
a.
Niat : ketika membasuh muka
b.
Membasuh seluruh muka (mulai dari
tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan telinga kanan hingga telinga
kiri)
c.
Membasuh kedua tangan sampai
siku-siku
d.
Mengusap sebagian rambut kepala
e.
Membasuh kedua belah kaki sampai
mata kaki
f.
Tertib (berturut-turut), artinya
mendahulukan mana yang harus dahulu, dan mengakhirkan mana yang harus
diakhirkan
4.
Sunat-Sunat Wudhu’
a.
Membaca basmalah
(Bismillaahirrahmaanirrahim) pada permulaan berwudlu’.
b.
Membasuh kedua telapak tangan sampai
pergelangan.
c.
Berkumur-kumur.
d.
Membasuh lubang hidung sebelum
berniat.
e.
Menyapu seluruh kepada dengan air.
f.
Mendahulukan anggota kanan daripada
kiri.
g.
Menyapu kedua telinga luar dan
dalam.
h.
Menigakalikan membasuh.
i.
Menyela-nyela jari-jari tangan dan
kaki.
j.
Membaca do’a sesudah wudlu’.
5.
Yang Membatalkan Wudhu:
a.
Keluar sesuatu dari qubul atau dubur, berupa
apapun , benda padat atau cair, angin. Terkecuali maninya sendiri baik yang
biasa maupun tidak, keluar sendirinya atau keluar daripadanya. Dalil yang
berkenaan dengan hal in yaitu surat Al- Maidah ayat 6 yang artinya “ … atau
keluar dari tempat buang air ( kakus ) … “
b.
Tidur, kecuali duduk dalam keadaan mantap.
Tidur merupakan kegiatan yang tidak kita sadari, maka lebih baik berwudhu’ lagi
karena dikhawatirkan pada saat tidur ( biasanya ) dari duburnya akan keluar
sesuatu tanpa ia sadari.
c.
Hilang akal, dengan sebab gila, mabuk, atau
lainnya. Batalnya wudhu’ dengan hilangnya akal adalah berdasarkan qiyas kepada
tidur, degan kehilangan kesadaran sebagai persamaannya.
d.
Bersentuh kulit laki-laki dan perempuan .Firman
Allah dalam surat An- nisa ayat 43 yanga artinya “ … atau kamu telah menyentuh
perempuan ..” . Hal tersebut diatasi pada sentuhan :
1)
Antara kulit dengan kulit
2)
Laki- laki dan perempuan yang telah mencapai
usia syahwat
3)
Diantara mereka tidak ada hubungan mahram
4)
Sentuhan langsung tanpa alas atau
penghalang
5)
Menyentuh kemaluan manusia dengan perut telapak
tangan tanpa alas.
6.
Cara Berwudhu yaitu:
a.
Membaca basmalah, sambil mencuci kedua belah
tangan sampai pergelangan tangan sampai bersih.
b.
Berkumur-kumur tiga kali sambil membersihkan
gigi.
c.
Mencuci lubang hidung tiga kali.
d.
Mencuci muka tiga kali.
e.
Mencuci kedua belah tangan hingga siku-siku
tiga kali.
f.
Menyapu sebagian rambut kepala tiga kali.
g.
Menyapu kedua belah telinga tiga kali.
h.
Mencuci kedua belah kaki tiga kali sampai mata
kaki.
E. Mandi
(al-ghusl)
1.
Pengertian mandi (al-ghusl)
Menurut lughat, mandi di sebut al- ghasl
atau al- ghusl yang berarti mengalirnya air pada sesuatu. Sedangkan di dalam
syara’ ialah mengalirnya air keseluruh tubuh disertai dengan niat. Fardhu’ yang
mesti dilakukan ketika mandi yaitu :
a.
Niat
Niat tersebut harus pula di lakukan
serentak dengan basuhan pertama. Niat dianggap sah dengan berniat untuk
mengangkat hadats besar, hadats , janabah, haidh, nifas, atau hadats lainnya
dari seluruh tubuhnya, untuk membolehkannya shalat.
b.
Menyampaikan air keseluruh tubuh, meliputi
rambut, dan permukaan kulit
Dalam
hal membasuh rambut, air harus sampai kebagian dlam rambut yang tebal. Sanggul
atau gulungan rambut wajib dibuka. Akan tetapi rambut yang menggumpal tidak wajib
di basuh bagian dalamnya.
2.
Macam-macam mandi
Berdasarkan pengertian
mandi diatas, maka mandi dapat terbagi atas:
a. Mandi wajib
a. Mandi wajib
Mandi wajib dilakukan dengan cara menyiram
seluruh anggota badan, dimulai dari bagian atas kepala sampai keujung kaki
dengan memakai air bersih.
Adapun sebab-sebab yang mewajibkan mandi yaitu :
Adapun sebab-sebab yang mewajibkan mandi yaitu :
1)
Karena berkumpulnya suami istri, baik mengeluarkan
air mani atau tidak.:
Rasulullah saw bersabda :”Apabila bertemu dua khitan, maka sesungguhnya telah diwajibkan mandi meskipun tidak keluar mani” (H.R muslim).
Rasulullah saw bersabda :”Apabila bertemu dua khitan, maka sesungguhnya telah diwajibkan mandi meskipun tidak keluar mani” (H.R muslim).
2)
Karena keluar mani, baik disebabkan oleh mimpi
atau sebab-sebab lainnya
3)
Karena meninggal dunia (mati) Sabda Rasulullah
SAW:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسِ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِى اْلمُحْسِ مِ الَّذِى وَقَصَتْهُ نَاقَتُهُ
اغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرِ (رواه ابخارى ومسلم(
Artinya:
Dari Ibnu Abas, Rasulullah SAW telah bersabda tentang orang mati karena terlontar oleh untanya, ka beliau: “mandikanlah dia olehmu dengan air dan bidara”. (H.R Bukhari dan Muslim)
Dari Ibnu Abas, Rasulullah SAW telah bersabda tentang orang mati karena terlontar oleh untanya, ka beliau: “mandikanlah dia olehmu dengan air dan bidara”. (H.R Bukhari dan Muslim)
4)
Karena datang bulan (haid)
5)
Karena nifas, yaitu keluar darah ketika
melahirkan
b. Mandi Sunnah
Disamping mandi wajib sebagaimana dijelaskan di
atas, ada pula mandi sunnat yaitu mandi yang di sunatkan karena sebab-sebab
tertentu. Sebab-sebab tersebut adalah sebagai berikut :
1)
Akan mengerjakan shalat jum’at
2)
Akan melaksanakan shalat idul fitri atau idul
adha
3)
Orang gila yang sembuh dari gilanya
4) Akan
melaksanakan ihram baik untuk haji maupun untuk umrah.
5)
Selesai memandikan jenazah
6)
Orang kafir yang baru masuk Islam
c.
Rukun mandi
1)
Niat
نو يت الغسل لر فع الحدث الا كبر فر ضا لله تعا
لى
Artinya : “saya berniat mandi untuk
menghilangkan hadats besar karena allah ta’ala
2)
Membasuh seluruh badan dengan air yakni
meratakan air kesemua rambut dan kulit.
3)
Menghilangkan najis.
d.
Sunnah mandi
1)
Mendahulukan membasuh segala kotoran dan najis
dari seluruh badan.
2)
Membaca basmalah pada permulaan mandi.
3)
Menghadap kiblat sewaktu mandi dan mendahulukan
bagian kanan dari pada kiri.
4)
Membasuh badan sampai tiga kali.
5)
Membaca do’a sebagaimana membaca do’a sesudah
berwudlu.
e.
Larangan bagi yang haid
1)
Bersetubuh
2)
Berpuasa baik sunah maupun wajib.
3)
Dijatuhi thalak (cerai).
4)
Melakukan tawaf di Baitullah
f.
Hikmah Mandi
Mandi
merupakan salah satu cara bersuci dalam rangkaian ibadah yang secara umum
mengandung hikmah bagi manusia sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an surat
Al-Maidah ayat 6 yaitu:
يُرِيْدُ لِيُطَهِّرَ كُمْ وَلِيُتِمَّ
نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُروْنْ….
Artinya
: “Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatnya bagimu, supaya
bersyukur”.
Adapun
hikmahnya yaitu :
1)
Dapat menetralisasi pengaruh kejiwaan yang
ditimbulkan akibat pergaulan seksual.
2)
Dapat memulihkan kekuatan dan kesegaran , dan
membersihkan kotoran.
3)
Menambah kekhusyuan dalam beribadah
4)
Dapat memulihkan kesadaran, kesegaran dan ketenangan
pikiran
5)
Kebersihan dan kesucian lahir dan batin
merupakan hal yang utama dan terpuji dalam ajaran Islam, karena dengan kesucian
an kebersihan dapat meningkatkan derajat harkat dan martabat manusia di hadirat
Allah SWT
F. Tayammum
1.
Pengertian Tayamum
Tayammum menurut lughat yaitu menyengaja.
Menurut istilah syara’ yaitu menyampaikan tanah ke wajah dan tangan dengan beberapa
syarat dan ketentuan. Macam-macam thaharah yang boleh di ganti dengan tayamumm
yaitu bagi orang yang junub. Hal ini terdapat dalam surat al- maidah ayat 6 ,
yang artinya “ … dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau
dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air ( kakus ) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang
baik (bersih)… “.
2.
Syarat-syarat Tayamum
Tayammum itu dibenarkan apabila terpenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a.
ada uzur, sehingga tidak dapat menggunakan air.
Uzur mengunakan air itu terjadi dikarenakan sedang dalam perjalanan (safir),
sakit, hajat. Ada beberapa kriteria musafir yang diperkenankan bertayammum,
yaitu :
1)
Ia yakin bahwa disekitar tempatnya itu
benar-benar tidak ada air maka ia boleh langsung bertayammum tanpa harus
mencari air lebih dulu.
2)
Ia tidak yakin, tetapi ia menduga disana
mungkin ada air tetapi mungkin juga tidak. Pada keadaan demikian ia wajib lebih
dulu mencari air di tempat- tempat yang dianggapnya mungkin terdapat air.
3)
Ia yakin ada air di sekitar tempatnya itu.
Tetapi menimbang situasi pada saat itu tempatnya jauh dan dikhawatirkan waktu
shalat akan habis dan banyaknya musafir yang berdesakan mengambil air, maka ia
diperbolehkan bertayammum.
b.
Masuk waktu shalat
c.
Mencari air setelah masuk waktu shalat, dengan
mempertimbangkan pembahasan di poin a
d.
Tidak dapat menggunakan air dikarenakan uzur
syari’ seperti takut akan pencuri atau ketinggalan rombongan
e.
Tanah yang murni ( khalis ) dan suci. Tayammum
hanya sah dengan menggunakan ‘turab’ , tanah yang suci dan berdebu. Bahan-bahan
lainnya seperti semen, batu, belerang, atau tanah yang bercampur dengannya,
tidak sah dipergunakan untuk bertayamum.
3.
Rukun tayammum, yaitu :
a.
niat istibahah ( membolehkan ) shalat atau
ibadah lain yang memerlukan thaharah, seperti thawaf, sujud tilawah, dan lain
sebagainya. Niat ini serentak dengan pekerjaan pertama tayammum, yaitu ketika
memindahkan tanah ke wajah.
b.
menyapu wajah. Sesuai firman Allah dalam surat
An-Nisa ayat 43 yang artinya “…sapulah mukamu dan tanganmu, sesungguhnya Allah
maha pemaaf lagi maha pengampun “ .
c.
menyapu kedua tangan.
d.
tertib, yakni mendahulukan wajah daripada
tangan .
4.
Hal-hal yang sunat dikerjakan pada waktu
tayammum yaitu :
a.
membaca basmalah pada awalnya
b.
mamulai sapuan dari bagian atas wajah
c.
menipiskan debu di telapak tangan sebelum
menyapukannya
d.
meregangkan jari-jari ketika menepukannya
pertama kali ke tanah
e.
mandahulukan tangan kanan dari tangan
kiri
f.
menyela nyela jari setelah menyapu kedua
tangan
g.
tidak mengangakat tangan dari anggota yang
sedang disapu sebelum selesai menyapunya.
5.
Hal –hal yang membatalkan tayammum
Hal –hal yang membatalkan tayammum yaitu
semua yang membatalkan wudhu’ , melihat air sebelum melakukan sholat , murtad.
6.
SunahTayamum
a.
Membaca basmalah.
b.
Mendahulukan anggota kanan dari pada kiri.
c.
Menepiskan debu
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad bin Ali
bin Syuaib bin Ali bin Sinan an-Nasai, Sunan an-Nasa'i (al-Mujtaba'), (Cet. I;
Beirut: Dar al-Fikr, 1415 H/ 1995M), Jilid. 1
Abu Abdullah
Muhammad bin Yazid al-Qazwiny Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Cet. I; Semarang:
PT. Toha Putra, T.Th), Jilid. 1.
Ibnu Hamzah
al-Husaini al-Hanafi al-Dimasyqi, Asbabul Wurud, diterjemahkan oleh H.M
Suawarta Wijaya, BA dan Drs. Zafrullah Salim dengan judul, Asbabul Wurud; Latar
Belakang Historis Timbulnya Hadis-Hadis Rasul, (Cet. VI; Jakarta: Kalam Mulia,
2006), Jilid. 2
Ayo Memahami Fiqih untuk MTs/SMP Islam Kelas
VII,
(Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2008

0 komentar:
Posting Komentar