Sebaik-baik Kalian adalah yang Belajar Al-Qur'an dan Mengamalkannya

Senin, 02 Juli 2018

MAKALAH KAJIAN FILSAFAT ILMU




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Dorongan ingin tahu (curiosity) sebagai hasrat alamiah manusia merupakan entry point bagi lahirnya segala ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, kelahiran ilmu pengetahuan akan selalu diawali oleh rasa keingin tahuan manusia akan segala sesuatu.[1] Apa yang diketahui manusia disebut pengetahuan. Sebagaimana diketahui bahwa manusia adalah sebagai khalifah allah di bumi, Sebagai khalifah, manusia mendapat kuasa dan wewenang untuk melaksanakannya, dengan demikian pendidikan merupakan urusan hidup dan kehidupan manusia dan merupakan tanggung jawab manusia itu sendiri. Untuk mendidik dirinya sendiri, pertama-tama manusia harus memahami dirinya sendiri, apa hakikat manusia, bagaimana hakikat hidup dan kehidupannya, apa tujuan hidup dan apa pula tujuan hidupnya.
Filsafat sebagai daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami, mendalami, sumber-sumber pengetahuan manusia, yaitu akal, pancaindra, akal budi dan intuisi.[2] Hakikat filsafat selalu menggunakan rasio (pikiran), dan membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif. Karena kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang bisa diamati oleh manusia saja. Sesungguhnya isi alam yang dapat diamati hanya sebagian kecil saja, diibaratkan mengamati gunung es, hanya mampu melihat yang di atas permukaan laut saja. Semantara filsafat mencoba menyelami sampai kedasar gunung es itu untuk meraba segala sesuatu yang ada melalui pikiran dan renungan yang kritis.
Pengetahuan ilmiah ini secara terus-menerus dikembangkan dan dikaji manusia secara mendalam sehinggamelahirkanapa yang disebut filsafat ilmu. Filsafat ilmu dibahas tiang-tiang penyangga ekstsistensi sebuah ilmu, yang merupakan cabang-cabang utama filsafat ilmu. Tiang penyangga ilmu itusendiriterdiri dari tiga aspek, yaitu ontology, epistimologi, dan aksiologi.[3]
Bedasarkan uraian-uraian pengantar di atas, makalah ini akan membahas secara filosofis apa yang menjadi landasan dan fungsi keilmuan filsafat dalam pengembangan pendidikan Islam.

B. Rumusan Masalah
            Bedasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam  makalah ini diantaranya yaitu:
1.      Apa pengertian Filsafat Ilmu?
2.      Apa pengertian Pendidikan Islam?
3.      Apa fungsi filsafat ilmu dalam pengembangan Pendidikan Islam?
4.      Bagaimana Perkembangan dan pemikiran-pemikiran baru Filsafat dalam pendidikan Islam?

C. Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui pengertian Filsafat Ilmu.
2.      Untuk mengetahui pengertian Pendidikan Islam
3.      Untuk mengetahui fungsi filsafat ilmu dalam pengembangan Pendidikan Islam
4.      Untuk mengetahui perkembangan Filsafat dan pemikiran-pemikiran baru dalam pendidikan Islam


BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Filsafat Ilmu
Sebelum membahas fungsi filsafat ilmu dalam pengembangan pendidikan Islam, baiknya di sini diungkapkan dahulu apa itu filsafat dan filsafat ilmu. Ada beberapa pendapat berbeda mengenai asal-asul filsafat secara etimologi. Pendapat pertama menyebutkan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, falsafah. Pendapat ini diantaranya dikemukakan oleh Harun Nasution. Menurutnya, filsafat berasal dari bahasa Arab, falsafa dengan timbangan fa’lala, fa’lalah, dan fi’lal. Pendapat kedua menyatakan terma filsafat berasal dari kata bahasa Inggris philo dan sophos. Philo berarti cinta, dan sophos berarti ilmu atau hikmah.[4] Dan terkhir menyebutkan bahwa filsafat dari bahasa Yunani yaitu berasal darikata Philosophia. Philo berarti cinta, sedangkan Sophia berarti bijaksana. Jadi filsafat secara harfiah berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana.
Sedangkan pengertian filsafat menurut para ahli, mulai dari klasik hingga modern diantaranya yaitu:
1.      Plato (427-347 M) mengatakan bahwa filsafat itu tidak lain dari pengetahuan tentang segala sesuatu yang ada.
2.      Aristoteles (384-322 M) berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda.
3.      Al-Farabi (w.950 M) mengungkapkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikatyang sebenarnya.
4.      Immanuel Kant (1724-1804 M) mengutarakan bahwa filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang di dalamnya mencakup empat persoalan, yaitu apa yang dapat diketahui manusia (metafisika), apa yang boleh dikerjakan manusia (etika), sampai di mana harapan manusia (agama) dan apa yang dinamakan manusia (antropologi)
5.      Fuad Hasan menggas bahwa filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, radikal dalam arti mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya sesuatu yang hendak dipermasalahkan. Dengan jalan penjajakan yang radikal ini, filsafat berusaha untuk sampai kepadakesimpulan-kesimpulanyang universal.[5]
Dari banyaknya pengertian filsafat yang dikemukakan maka bisa dikatakan filsafat merupakan proses berpikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenai segala yang ada.
Sedangkan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli, diantaranya yaitu:
1.      Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
2.      Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
3.      A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)
4.      Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error. Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal: di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan.[6]
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu.




B. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik kepada terdidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju kepribadian yang lebih baik, yang pada hakikatnya mengarah pada pembentukan manusia yang ideal. Manusia ideal adalah manusia yang sempurna akhlaqnya. Yang nampak dan sejalan dengan misi kerasulan Nabi Muhammad saw, yaitu menyempurnakan akhlaq yang mulia.
Islam adalah agama universal yang mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan baik kehidupan yang sifatnya duniawi maupun yang sifatnya ukhrawi. Salah satu ajaran Islam adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan, karena dengan pendidikan manusia dapat memperoleh bekal kehidupan yang baik dan terarah.
Adapun yang dimaksud dengan pendidikan Islam sangat beragam, hal ini terlihat dari definisi pendidikan Islam yang dikemukakan oleh beberapa tokoh pendidikan berikut ini:
1.      Prof.Dr. Omar Mohammad At-Toumi Asy-Syaibany mendefinisikan pendidikan islam sebagai proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat. Pengertian tersebut memfokuskan perubahan tingkah laku manusia yang konotasinya pada pendidikan etika. Selain itu, pengertian tersebut menekankan pada aspek-aspek produktivitas dan kreatifitas manusia dalam peran dan profesinya dalam kehidupan masyarakat dan alam semesta.[7]
2.      Pendidikan islam menurut Zakiyah Drajat merupakan pendidikan yang lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal dan perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan peraktis.[8]
3.      Hasan Langgulung, Pendidikan Islam merupakan suatu proses atau segala macam aktivitas yang berusaha membimbing dan memberi suatu tauladan ideal yang bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi serta mempersiapkan bagi kehidupan dunia dan akhirat. [9]
4.      Menurut DR. Muhammad Fadil Al-Djamaly, pendidikan Islam adalah proses yang megarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan yang mengangkat derajat kemanusiannya sesuai dengan kemampuan dasar fitrah dan kemampuan ajarannya (pengaruh dari luar).[10] Pendapat diatas antara lain didasarkan atas firman Allah dalam Surah  Ar-Ruum ayat 30 dan An-Nahl ayat 78 sebagai berikut:
……. 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# …..  
Artinya: “…….fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah……” (QS. AR-Rumm: 30)
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   ….  
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati…….”( QS. An-Nahl:78)
Dengan demikian, bedasarkan pendapat para tokoh di atas pendidikan Islam adalah suatu usaha untuk mengembangkan fitrah manusia dengan ajaran Islam agar terwujud kehidupan manusia yang makmur dan bahagia dunia dan akhirat. Karena pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga praktis, maka pendidikan Islam merupakan pendidikan iman sekaligus pendidikan amal.
Pendidikan yang benar adalah yang meberikan kesempatan kepada keterbukaan terhadap pengaruh dari dunia luar dan perkembangan dari dalam diri anak didik. Dengan demikian, barualah fitrah itu diberi hak untuk membentuk pribadi anak dan dalam waktu bersamaan faktor dari luar akan mendidik dan mengarahkan kemampuan dasar (fitrah) anak.[11]
Oleh karena itu, pendidikan secara oprasional mengandung dua aspek, yaitu aspek menjaga atau memperbaiki dan aspek menumbuhkan.

C. Tugas dan Fungsi Utama Filsafat
1.      Tugas Filsafat
Pertama-tama, perlu diperjelas bahwa seorang filsuf bukanlah seorang tokoh bijaksana yang dapat menjawab semua pertanyaan yang ada di dunia. Filsuf, seharusnya mengonstruksi permasalahan dan menemukan problem-problem baru. Filsafat yang diposisikan sebagai kumpulan komentar etis (mana yang baik dan tidak baik) hanya menjadikannya “filsafat salon”. Seorang filsuf, adalah orang yang menentukan permasalahan apa yang penting untuk dibicarakan, bukan menjawab suatu permasalahan. Situasi-situasi sejarah, politik atau seni sebagai situasi terkini muncul di hadapan seorang filsuf sebagai tanda akan kebutuhan penemuan problem baru. Untuk memahami apa itu situasi filosofis, ada tiga kata kunci yang berguna untuk menjadi pijakan kita yaitu, pilihan, jarak dan eksepsi.
Dari ketiga kata kunci ini, kita dapat mengatakan bahwa tugas filsafat adalah untuk mencari tautan antara tiga tipe situasi: tautan antara pilihan, jarak dan eksepsi. Konsep filosofis adalah apa yang menautkan problem atas pilihan (atau keputusan), problem atas jarak (atau kesenjangan) dan problem atas eksepsi (atau peristiwa). Inilah kisah yang ditawarkan oleh filsafat, untuk selalu berada dalam pengecualian, berjarak dengan kekuasaan, dan menerima segala konsekuensi dari pilihan yang kita buat, seberapapun asing dan sulitnya.
Pada akhirnya, filsafat mengada bukan karena ada sesuatu di luar dirinya. Filsafat bukanlah refleksi atas apapun. Filsafat ada, dan bisa ada karena adanya selaan, pilihan, jarak dan peristiwa.

2.      Tujuan, Fungsi Filsafat
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan (understanding and wisdom).
Dr Oemar A. Hoesin mengatakan: Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran. S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya.
Bagi manusia, berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun kebenaran. Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan: Tugas filsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan 'nation', ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan.
Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya. Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.

D. Fungsi Filsafat Ilmu Dalam Pengembangan Pendidikan Islam
            Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan (the mother sciences) telah berkembanng demikan pesatnya dan membentuk berbagai macam cabang dan aliran filsafat serta dalam bentuk filsafat-filsafat khusus, yang mendasari  perkembangan dan terbentukny aberbagai macam ilmu pengetahuan.dan pada akhirnya  ternyata dalam zaman perkembangan ilmu pengetahuan dan teknoogi yang semakin menunjukkan segala spesialisasi yang ketat sekarang ini,filsafat sangat dipelukan dan secara umum berfungsi sebagai pendekatan  interdispliner system. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang filsafat pendidikan Islam sebagai suatu system, maka perlu ditelusuri dimana letaknya dalam dunia filsafat dan ilmu pengetahuan sepanjang proses perkembangannya.[12]
            Peran filsafat ilmu dalam pengembangan ilmu pengetahuan jelas bahwa filsafat merupakan kerangka dasar bagi segala ilmu pengetahuan. Hal ini tidak dapat ditolak, sebab dalam filsafatlah sebenarnya terkandung nilai-nilai kebijaksanaan yang jadi penggerak dan pemberi semangat atau menjiwai ilmu-ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan segala pemikirannya. Setiap ilmu atau jalan pemikiran pasti berdasar padasuatu filsafat tertentu sebagai dasar primernya.[13]
Filsafat dalam pendidikan merupakan dasar ilmu yang memberikan jawaban terhadap berbagai pertanyaan yang timbul dalam lapangan pendidikan.tentu saja ia bersifat filosofis. Dengan ini dapat dinyatakan bahwa filsafat pendidikan tidak lain merupakan penerapan suatu analisa filosofis pada lapangan pendidikan. Dalam hal in, Jhon Dewey juga mengataka: ”bahwa filsafat adalah teori umum bagi pendidikan, karena ia merupakan landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan.[14]
Filsafat juga mempermasalahkan dan menggali faktor-faktor realitas dan pengalaman yang ditemukan dalam bidang pendidikan. oleh sebab itu, filsafat mengadakan tinjauan yang luas mengenai realitas, maka dalam hal ini dibahas antara lain:
1.      Pandangan sesorang terhadap dunia (faktor realitas)
2.      Dan juga mengenai perjuangan hidupnya (pengalaman)
Pemikiran-pemikiran dapat dijadikan landasan atau kerangka dasar bagi penyusunan konsep tujuan dan metodologi pendidikan. Peran filsafat dalam pendidikan sangat menentukan dalam pelaksanaan pendidikan. sebagaimana dinyatakan Dr. Fauzi Al-Najjar: “tidak ada tumbuh dan berkembang, dan selaras dalam bidang kemajuan selagi hal itu tidak bersandarkan pada pemikiran falsafah yang selalu disertai landasan pembahasan dan daya cipta dalam dunia yang selalu bertarung dengan ilmu dan teknologi selagi kita masih bertanya: “mengapa kita mengajar? bagaimana kita mengajar? Selama ini pendidikan akan tetap sangat memerlukan falsafah.[15]
Sedangkan Islam datang dengan membawa Al-Qur’an sebagai sumber dan dasarnya.Al-Qur’an juga disebut sebagai Al-Hakim. Dan ini berarti bahwa Al-Qur’an adalah merupakan sumber dan perwujudan al-hikmah atau filsafat dalam Islam. Al-Qur’an juga menegaskan bahwa usaha mencari al-hikmah (berfilsafat) itu hanya mungkin dikerjakan oleh orang yang berakal. Allah memberikan al-hikmah kepada mereka yang menghendaki dan berusaha mencarinya, dan barangsiapa yang memperoleh al-hikmah, berarti telah memperoleh kebajikan dan kebijaksanaan yang banyak tetapi hanya orang-orang yang berakal sajalah yang mampu berusaha mencari hikmah tersebut (berfilsafat).[16] Allah SWT berfirman:
ÎA÷sムspyJò6Åsø9$# `tB âä!$t±o 4 `tBur |N÷sムspyJò6Åsø9$# ôs)sù uÎAré& #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2 3 $tBur ㍞2¤tƒ HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÏÒÈ  
Artinya: ”Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al-Baqarah: 269)
Dengan demikian jelas bahwa usaha mencari al-hikmah, menurut ajaran Islam, hanya mungkin dikerjakan dengan menggunakan akal pikiran. Usaha mencari al-hikmah, kebajikan dan kebijaksanaan dengan menggunakan akal pikiran, adalahmerupakan pengertian dasardarifilsafat.jadial-HIkmah dan usahamencari al-hikmah, tidak lain kecuali filsafat dan berfilsafat dalam Islam.
Terkait dengan hal tersebut, Filsafat ilmu dalam pendidikan Islam sebagai bagian terpadu apakah dari system pendidikan Islam, atau dari filsafat Islam, sudah tentu memegang dan berperan pada system di mana filsafat dalam pendidikan Islam menjadi komponen atau bagiannya. Dan secara realitas, yakni dalam praktek nyata, filsafat dalam pendidikan Islam banyak berperanan dalam mencari berbagai macam alternatif pemecahan masalah yang dihadapi dalam pendidikan Islam. Sekaligus juga memberikan pengarahan bagi perkembangannya. Dalam hal itu, fungsi filsafat ilmu dalam perkembangan pendidikan Islam, antara lain meliputi:
1.      Dari pemikiran-pemikaran yang medalam, filsafat dalam pendidikan Islam melihat berbagai permasalahan yang ada dalam pendidikan Islam. Filsafat berusaha memahami duduk permasalahannya. Dengan analisa filsafat, ia akan dapat menunjukkan alternative bagi pemecahanya setelah melakukan seleksi terhadap berbagai alternatif yang ada. Untuk itu diambil yang paling baik, untuk dijadikan pilihan dalam rangka menyelesaikan permasalahannya.
2.      Filsafat dalam pendidikan Islam berperan untuk menjabarkan tujuan umum pendidikan Islam dalam bentuk tujuan khusus yang oprasional. dan tujuan oprasional ini berperan juga untuk mengerahkan secara nyata gerak dan aktivitas pelaksanaan pendidikan.
3.      Filsafat dengan analisa terhadap hakikat hidup dan kehidupan manusia menyimpulkan bahwa manusia mempunyai fungsi pembawaan yang harus ditumbuhkan dan dikembangkan sesuai dengan fitrah manusia dan tidak boleh menodainya. Dengan demikian, harus ada pembinaan kurikulum yang sesuai dan diadakan pengaturan lingkungan yang menunjangnya.
4.      Filsafat dalam pendidikan islam dengan analisanya terhadap berbagai maslah pendidikanmasa kini, akan memberikan informasi mengenai proses pendidikan Islam yang berjalan selama ini, untuk mencapai tujuan pendidikan islam yang dicita-citakan. Juga akan diketahui dimana letak kelemahannya, dan jika ada bisa dicarikan altirnatif-alternatif guna perbaikan dan pengalaman selanjutnya.
5.      Filsafat berperan bagi penentuan corak dan karakteristik yang khas pendidikan islami, dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai agama Islam dalam masyarakat kita dalam segenap aspek kehidupan baik politik, ekonomi, social, budaya, sesuai dengan situasi masa dan lingkungan kita.[17]
Dari uraian di atas, peranan filsafat dalam pendidikan Islam mengacu pada:
1.      Pada arah pengembangan konsep-konsep filosofis dari pendidikan Islam, yang secara pasti akan menghasilkan teori-teori baru dalam ilmu pendidikan Islam.
2.      Ke arah perbaikan dan pembahasan kembali terhadap pelaksanaan pendidikan Islam yang ada.
Al-Syaibany secara khusus menjelaskan bahwa mempelajari filsafat dalam Pendidikan Islam memiliki beberapa kegunaan sebagai berikut:
1.      Filsafat dapat membantu para perencana dan para pelaksanan pendidikan untuk membentuk suatu pemikiran yang sehat tentang pendidikan Islam.
2.      Filsafat merupakan asas bagiupaya menentukan berbagai kebijakan pendidikan Islam
3.      Filsafat dapat dijadikan asas bagi upaya menilai keberhasilan pendidikan Islam.
4.      Filsafat dapat dijadikan sandaran intelektual bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia praksis pendidikan.
5.      Filsafat dapat dijadikan dasar bagi upaya pemberian pemikiran dalam hubungannya dengan, masalah spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, dan politik.[18]
Bedasarkan hal tersebut, filsafat dalam pendidikan Islam merupakan pegangan dan pedoman yang dapat dijadikan landasan filosofis bagi pelaksanaan pendidikan Islam dalam raangka menghasilkan generasi baru yang berkepribadian muslim. Generasi baru ini secara bertahap dan estafet pada gilirannya dapat membangun dan menyusun kembali filsafat yang melandasi usaha-usaha pendidiknya sehingga membawa hasil yang lebih besar.
Pada intinya, filsafat dalam pendidikan Islam berfungsi mengarahkan dan memberikan landasan pemikiran yang sistematik, mendalam, logis, universal, dan radikal terhadap berbagai persoalan yang di alami pendidikan Islam. Oleh karena persoalan-persoalan pendidikan Islam itu diselesaikan secara filosofis, solusi itu bersifat komprehensif, tidak parsial. Dalam konteks ini, fungsi filsafat dalam pendidikan islam diibaratkan sebagai kompas, yang menjadi penentu arah dan strategi kemajuan pendidikan Islam.[19]



D. Perkembangan dan Pemikiran-Pemikiran Baru Filsafat Dalam Pendidikan Islam
Dalam kehidupan umat Islam, pandangan filosofis yang sufistis, dan pandangan filosofis yang rasional nampak terlihat pengaruh dan pendukungnya. Ternyata pandangan filosofis yang sufistis mendapatkan tampat dan dukungan dariumat Ilsam dibagian Timur, sedangkan pandangan filosofis rasionalistis berkembang dan mendapatkan dukungan pada wilayah bagian baarat Islam. Kemudian setelah umat Islam mundur di Eropa, ternnyata pandangan filosofis yang rasionalistis dikembangkan oleh dunia Barat, dalam arti bangsa Eropa Barat masa itu.[20]
M.M. Sharif dalam “muslim tought” mengungkapkan keadaan tersebut sebagai berikut:…….telah kita saksikan bahwa pemikir islam telah melaksanakan satu kemajuan yang hebat dalam jangka waktu yang terletak di antara abad ke VIII dan abad ke XIII M…….., kemudian kita semua memperhatijkan hasil-hasil yang diberikan kaum muslimin kepada Eropa, sebagai satu perbekalan yang matang untuk menjadi dasar pokok dalam mengadakan pembangkitan Eropa (renaissance).[21]
Mulai akhir abad ke-19 M mulailah kebangkitan pemikir Islam, yang dimulai oleh Jamaluddin Al-Afghani, yang menjadikan Mesir sebagai pusat kegiatannya. ia mendirikan sebuah sekolaha lampikiran yang tidak kunjung berhenti kegiatannya. Ia mendirikan sebuah sekolah alam pikiran yang tidak kunjung berhenti kegiatannya hingga dewasa ini. Di India muncul Sayyid Akhmad Khan yang mengadakan gerakan yang sama dengan gerakan Jamluddin.
Gerakan-gerakan ini membuka pintu kebangkitan Islam yang berjalan dengan kekuatan yang memasuki bermacam-macam lapangan kebudayaan, social dan politik. Muncul dengan gerakan pembaharuan dalam dunia Islam, baik menggunakan kekuatan politik maupun dengan kekuatan social melalui bidang pendidikan dikalangan umat Islam. Gerakan pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad ali Pasya di Mesir dan Gerakan Turki Muda di Tuki, mengadakan kekuatan politik, sedangkan gerakan Muhammad Abduh, Rsyid Rida di Mesir, Gerakan Liga Muslimin di India, juga gerakan-gerakan pembaharuan di Indonesia adalah merupakan gerakan-gerakan pembaharuan Islam yang tidak menggunakan kekuatan politik, tetapi lewat usha-usah pendidikan, dan gerakan sosial lainnya.[22]
Gerakan-gerakan pemikiran pembaharuan tersebut, pada garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok yang mempunyai dasar pandangan/pemikiran yang berbeda, yaitu:
1.      Yang bedasarkan dan beroreantasi pada dunia Barat, seperti Muhammad Ali Pasya di Mesir, dan Gerakan Turki Muda di Turki.
2.      Yang berorientasi pada pengembangan kehidupan sosial dan pandangan masyarakat setempat, yang kemudian menimbulkan pandangan wataniyah (kebangsaan), seperti nampak pada gerakan pemikir di Mesir,di India juga di Indonesia.
3.      Gerkan pembaharuan yang berorientasi pada pemikiran-pemikiran Islam yang murni, dengan semboyan kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits, yang nampak misalnya pada gerakan Muhammad bin Abdul Wahab, yang terkenal dengan gerakan Wahaby.[23]



BAB III
PENUTUP


Filsafat merupakan pandangan hidup yang erat hubungannya dengan nilai-nilai sesuatu yang dianggap benar. Jika filsafat dijadikan pandangan hidup oleh sesuatu masyarakat, maka mereka berusaha untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan nyata. Jelaslah bahwa filsafat sebagai pandangan hidup suatu bangsa berfungsi sebagai tolok ukur bagi nilai-nilai tentang kebenaran yang harus dicapai. Adapun untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dilakukan dengan berbagai cara salah satunya lewat pendidikan. Pada dasarnya pendidikan memerlukan landasan yang berasal dari filsafat atau hal-hal yang berhubungan dengan filsafat. Sebagai landasan karena filsafat melahirkan pemikiran-pemikiran yang teoritis tentang pendidikan dan dikatakan hubungan karena berbagai pemikiran tentang pendidikan memerlukan bantuan penyelesaiaannya dari filsafat.
Filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya adalah sebagai hasil dari buah kajian yang bercirikan Islam, pada hakikatnya adalah konsep berpikir mengenai pendidikan yang bersumber pada ajaran Islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai nilai-nilai ajaran Islam.Tujuan filsafat dalam pendidikan Islam pada hakikatnya identik dengan tujuan ajaran Islam. Keduanya berasal dari sumber yang sama yakni al-Qur’an dan al-Hadits. Kedua sumber itu kemudian timbul pemikiran-pemikiran tentang persoalan keIslaman dalam berbagai aspek, termasuk filsafat pendidikan. Ajaran yang termuat dalam wahyu merupakan dasar dari pemikiran filsafat pendidikan Islam yang berisi teori umum tentang pendidikan Islam, dibina atas dasar konsep ajaran Islam terutama dalam al-Qur’an dan Hadits. Maka pada intinya, filsafat dalam pendidikan Islam berfungsi mengarahkan dan memberikan landasan pemikiran yang sistematik, mendalam, logis, universal, dan radikal terhadap berbagai persoalan yang di alami pendidikan Islam.

DAFTAR PUSTAKA


Hadi, Sutrisno. 1985. Metodologi Reaserch I, Cet XVII, Yogyakarta: Yayasan Penerbit  Fak. Psikologi UGM
Suharto, Toto. 2013. Filsafat Pendidikan Islam, Cet. II,  Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Muhadjir, Noeng. 1998. Filsafat Ilmu: Telaah sistematis Fungsional Komparatif. Cet. I. Yogyakarta: Rake Sarasin
Derajat, Djakiyah.  1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Langgulung, Hasan. 1988. Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, Jakarta: Pustaka Al-husna
Arifin, Muzayyin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Zuhairini, 1995.Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
A. Ridwan, Halim. 1983. 14 Bab dan Dalil Filsafat Praktis, Jakarta:Ghalia Indonesia
Barnadib, Imam. 1982. Filsafat Pendidiikan. Yoggyakarta: Yayasan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) IKIP
AL-Syaibani, Omar Al-Toumy. 1979. Falsaffatul Tarbiyyatul Islamiyah, terjemahan Hasan Langgulung dengan judul: Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang
As-Said, Muhammad. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Mitra Pustaka




[1] Sutrisno Hadi, Metodologi Reaserch I, Cet XVII, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit  Fak. Psikologi UGM, 1985), hlm. 13.
[2]Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. II, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013) , hlm. 12
[3]Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu: Telaah sistematis Fungsional Komparatif, Cet. I, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998), hlm. 49
[4] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam…………………………………., hlm. 15-16
[5]Ibid., hlm.17-18
[6]Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu: Telaah sistematis Fungsional Komparatif,……………………., hlm. 7
[7] Umar Muhammad At-Taoumi Asy-Syaibani, Falsafah at-Tarbiyah al-Islamiyah, (Tripoli: asy-syirkah Al-‘Ammahli an-Nasyrwa at-tauzi’ al-I’lan,t.t), hlm. 292
[8] Djakiyah Derajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,1996), hlm. 26
[9] Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, (Jakarta: Pustaka Al-husna, 1988), hlm. 5-6
[10] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), hlm.17-18
[11]Ibid., hlm. 18
[12] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm.105
[13] Halim A. Ridwan, 14 Bab dan Dalil Filsafat Praktis, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 17
[14] Imam Barnadib, Filsafat Pendidiikan, (Yoggyakarta: Yayasan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) IKIP, 1982), hlm. 15
[15]Omar Al-Toumy AL-Syaibani, Falsaffatul Tarbiyyatul Islamiyah, terjemahan Hasan Langgulung dengan judul: Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 33
[16] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam,………………………………, hlm.125
[17] Muhammad As-Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011), hlm. 19-20
[18] [18]Omar Al-Toumy AL-Syaibani, Falsaffatul Tarbiyyatul Islamiyah,………….,hlm. 33-36
[19] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam,………………………………, hlm. 47
[20] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam,…………………………………….., hlm. 142
[21] Ibid., hlm. 143
[22] Ibid., hlm. 145
[23] Ibid.,

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates