BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dorongan
ingin tahu (curiosity) sebagai hasrat alamiah manusia merupakan entry
point bagi lahirnya segala ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, kelahiran
ilmu pengetahuan akan selalu diawali oleh rasa keingin tahuan manusia akan
segala sesuatu.[1]
Apa yang diketahui manusia disebut pengetahuan. Sebagaimana diketahui bahwa manusia adalah
sebagai khalifah allah di bumi, Sebagai khalifah, manusia mendapat kuasa dan
wewenang untuk melaksanakannya, dengan demikian pendidikan merupakan urusan
hidup dan kehidupan manusia dan merupakan tanggung jawab manusia itu sendiri.
Untuk mendidik dirinya sendiri, pertama-tama manusia harus memahami dirinya
sendiri, apa hakikat manusia, bagaimana hakikat hidup dan kehidupannya, apa
tujuan hidup dan apa pula tujuan hidupnya.
Filsafat sebagai daya upaya manusia dengan akal
budinya untuk memahami, mendalami, sumber-sumber pengetahuan manusia, yaitu
akal, pancaindra, akal budi dan intuisi.[2]
Hakikat filsafat selalu menggunakan rasio (pikiran), dan membahas sesuatu dari
segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat adalah
kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang
sifatnya relatif. Karena kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang bisa
diamati oleh manusia saja. Sesungguhnya isi alam yang dapat diamati hanya
sebagian kecil saja, diibaratkan mengamati gunung es, hanya mampu melihat yang
di atas permukaan laut saja. Semantara filsafat mencoba menyelami sampai
kedasar gunung es itu untuk meraba segala sesuatu yang ada melalui pikiran dan
renungan yang kritis.
Pengetahuan ilmiah ini secara terus-menerus
dikembangkan dan dikaji manusia secara mendalam sehinggamelahirkanapa yang
disebut filsafat ilmu. Filsafat ilmu dibahas tiang-tiang penyangga ekstsistensi
sebuah ilmu, yang merupakan cabang-cabang utama filsafat ilmu. Tiang penyangga
ilmu itusendiriterdiri dari tiga aspek, yaitu ontology, epistimologi, dan
aksiologi.[3]
Bedasarkan uraian-uraian pengantar di atas,
makalah ini akan membahas secara filosofis apa yang menjadi landasan dan fungsi
keilmuan filsafat dalam pengembangan pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
Bedasarkan
latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam makalah ini diantaranya yaitu:
1.
Apa pengertian Filsafat Ilmu?
2.
Apa pengertian Pendidikan Islam?
3.
Apa fungsi filsafat ilmu dalam pengembangan
Pendidikan Islam?
4.
Bagaimana Perkembangan dan pemikiran-pemikiran
baru Filsafat dalam pendidikan Islam?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan
penulisan makalah ini yaitu:
1.
Untuk mengetahui pengertian Filsafat Ilmu.
2.
Untuk mengetahui pengertian Pendidikan Islam
3.
Untuk mengetahui fungsi filsafat ilmu dalam pengembangan
Pendidikan Islam
4.
Untuk mengetahui perkembangan Filsafat dan
pemikiran-pemikiran baru dalam pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Ilmu
Sebelum membahas fungsi filsafat ilmu dalam pengembangan
pendidikan Islam, baiknya di sini diungkapkan dahulu apa itu filsafat dan
filsafat ilmu. Ada beberapa pendapat berbeda mengenai asal-asul filsafat secara
etimologi. Pendapat pertama menyebutkan bahwa filsafat berasal dari bahasa
Arab, falsafah. Pendapat ini diantaranya dikemukakan oleh Harun
Nasution. Menurutnya, filsafat berasal dari bahasa Arab, falsafa dengan
timbangan fa’lala, fa’lalah, dan fi’lal. Pendapat kedua
menyatakan terma filsafat berasal dari kata bahasa Inggris philo dan sophos.
Philo berarti cinta, dan sophos berarti ilmu atau hikmah.[4]
Dan terkhir menyebutkan bahwa filsafat dari bahasa Yunani yaitu berasal
darikata Philosophia. Philo berarti cinta, sedangkan Sophia berarti
bijaksana. Jadi filsafat secara harfiah berarti cinta kepada kebijaksanaan atau
cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi
bijaksana.
Sedangkan pengertian filsafat menurut para
ahli, mulai dari klasik hingga modern diantaranya yaitu:
1.
Plato (427-347 M) mengatakan bahwa filsafat itu
tidak lain dari pengetahuan tentang segala sesuatu yang ada.
2.
Aristoteles (384-322 M) berpendapat bahwa
filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda.
3.
Al-Farabi (w.950 M) mengungkapkan bahwa
filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki
hakikatyang sebenarnya.
4.
Immanuel Kant (1724-1804 M) mengutarakan bahwa
filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang di dalamnya
mencakup empat persoalan, yaitu apa yang dapat diketahui manusia (metafisika),
apa yang boleh dikerjakan manusia (etika), sampai di mana harapan manusia
(agama) dan apa yang dinamakan manusia (antropologi)
5.
Fuad Hasan menggas bahwa filsafat adalah suatu
ikhtiar untuk berpikir radikal, radikal dalam arti mulai dari radiksnya suatu gejala,
dari akarnya sesuatu yang hendak dipermasalahkan. Dengan jalan penjajakan yang
radikal ini, filsafat berusaha untuk sampai kepadakesimpulan-kesimpulanyang
universal.[5]
Dari banyaknya pengertian filsafat yang
dikemukakan maka bisa dikatakan filsafat merupakan proses berpikir secara
mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran,
inti atau hakikat mengenai segala yang ada.
Sedangkan makna
filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli, diantaranya yaitu:
1.
Robert
Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current
scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of
science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”.
(Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang
pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap
kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi
filsafat
ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah
secara aktual.
2.
Lewis
White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of
scientific thinking and tries to determine the value and significance of
scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi
metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya
ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
3.
A.
Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study
of the nature of science, especially of its methods, its concepts and
presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual
discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis
mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan
praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang
pengetahuan intelektual.)
4.
Peter Caws “Philosophy of science is a part of
philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does
for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the
other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them
as grounds for belief and action; on the other, it examines critically
everything that may be offered as a ground for belief or action, including its
own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error. Filsafat
ilmu merupakan
suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat
seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua
macam hal: di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam
semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan
tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat
disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk
teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan
kesalahan.[6]
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh
gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin
menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis,
epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi
(filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu.
B. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan adalah bimbingan secara
sadar oleh pendidik kepada terdidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si
terdidik menuju kepribadian yang lebih baik, yang pada hakikatnya mengarah pada
pembentukan manusia yang ideal. Manusia ideal adalah manusia yang sempurna
akhlaqnya. Yang nampak dan sejalan dengan misi kerasulan Nabi Muhammad saw,
yaitu menyempurnakan akhlaq yang mulia.
Islam adalah agama universal yang
mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan baik
kehidupan yang sifatnya duniawi maupun yang sifatnya ukhrawi. Salah satu ajaran
Islam adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan, karena
dengan pendidikan manusia dapat memperoleh bekal kehidupan yang baik dan
terarah.
Adapun yang dimaksud dengan
pendidikan Islam sangat beragam, hal ini terlihat dari definisi pendidikan
Islam yang dikemukakan oleh beberapa tokoh pendidikan berikut ini:
1.
Prof.Dr.
Omar Mohammad At-Toumi Asy-Syaibany mendefinisikan pendidikan islam sebagai
proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan
alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan
sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat. Pengertian
tersebut memfokuskan perubahan tingkah laku manusia yang konotasinya pada
pendidikan etika. Selain itu, pengertian tersebut menekankan pada aspek-aspek
produktivitas dan kreatifitas manusia dalam peran dan profesinya dalam
kehidupan masyarakat dan alam semesta.[7]
2.
Pendidikan
islam menurut Zakiyah Drajat merupakan pendidikan yang lebih banyak ditujukan
kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal dan perbuatan, baik
bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan
peraktis.[8]
3.
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam merupakan
suatu proses atau segala macam aktivitas yang berusaha membimbing dan memberi
suatu tauladan ideal yang bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi serta
mempersiapkan bagi kehidupan dunia dan akhirat. [9]
4.
Menurut DR. Muhammad Fadil Al-Djamaly,
pendidikan Islam adalah proses yang megarahkan manusia kepada kehidupan yang
baik dan yang mengangkat derajat kemanusiannya sesuai dengan kemampuan dasar
fitrah dan kemampuan ajarannya (pengaruh dari luar).[10]
Pendapat diatas antara lain didasarkan atas firman Allah dalam Surah Ar-Ruum ayat 30 dan An-Nahl ayat 78 sebagai
berikut:
……. 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pkön=tæ 4 w @Ïö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 Ï9ºs ÚúïÏe$!$# ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# …..
Artinya:
“…….fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak
ada peubahan pada fitrah Allah……” (QS. AR-Rumm: 30)
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& w cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur ….
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati…….”( QS. An-Nahl:78)
Dengan demikian, bedasarkan pendapat
para tokoh di atas pendidikan Islam adalah suatu usaha untuk mengembangkan
fitrah manusia dengan ajaran Islam agar terwujud kehidupan manusia yang makmur
dan bahagia dunia dan akhirat. Karena pendidikan Islam tidak hanya bersifat
teoritis, tetapi juga praktis, maka pendidikan Islam merupakan pendidikan iman
sekaligus pendidikan amal.
Pendidikan yang benar adalah yang
meberikan kesempatan kepada keterbukaan terhadap pengaruh dari dunia luar dan
perkembangan dari dalam diri anak didik. Dengan demikian, barualah fitrah itu diberi
hak untuk membentuk pribadi anak dan dalam waktu bersamaan faktor dari luar akan
mendidik dan mengarahkan kemampuan dasar (fitrah) anak.[11]
Oleh karena itu, pendidikan secara oprasional
mengandung dua aspek, yaitu aspek menjaga atau memperbaiki dan aspek
menumbuhkan.
C. Tugas dan Fungsi Utama Filsafat
1.
Tugas
Filsafat
Pertama-tama,
perlu diperjelas bahwa seorang filsuf bukanlah seorang tokoh bijaksana yang
dapat menjawab semua pertanyaan yang ada di dunia. Filsuf, seharusnya
mengonstruksi permasalahan dan menemukan problem-problem baru. Filsafat yang
diposisikan sebagai kumpulan komentar etis (mana yang baik dan tidak baik)
hanya menjadikannya “filsafat salon”. Seorang filsuf, adalah orang yang menentukan
permasalahan apa yang penting untuk dibicarakan, bukan menjawab suatu
permasalahan. Situasi-situasi sejarah, politik atau seni sebagai situasi
terkini muncul di hadapan seorang filsuf sebagai tanda akan kebutuhan penemuan
problem baru. Untuk memahami apa itu situasi filosofis, ada tiga kata kunci
yang berguna untuk menjadi pijakan kita yaitu, pilihan, jarak dan eksepsi.
Dari
ketiga kata kunci ini, kita dapat mengatakan bahwa tugas filsafat adalah untuk
mencari tautan antara tiga tipe situasi: tautan antara pilihan, jarak dan
eksepsi. Konsep filosofis adalah apa yang menautkan problem atas pilihan (atau
keputusan), problem atas jarak (atau kesenjangan) dan problem atas eksepsi
(atau peristiwa). Inilah kisah yang ditawarkan oleh filsafat, untuk selalu berada
dalam pengecualian, berjarak dengan kekuasaan, dan menerima segala konsekuensi
dari pilihan yang kita buat, seberapapun asing dan sulitnya.
Pada
akhirnya, filsafat mengada bukan karena ada sesuatu di luar dirinya. Filsafat
bukanlah refleksi atas apapun. Filsafat ada, dan bisa ada karena adanya selaan,
pilihan, jarak dan peristiwa.
2.
Tujuan,
Fungsi Filsafat
Menurut
Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam semesta, maknanya
dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah
kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan ekspresi, maka
tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan (understanding and
wisdom).
Dr
Oemar A. Hoesin mengatakan: Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat
memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan
pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran. S. Takdir Alisyahbana
menulis dalam bukunya: filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan
kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu
kebenaran) itulah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat
di antara kerja manusia yang lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya
dan seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya.
Bagi
manusia, berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya,
senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab
terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun
kebenaran. Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy,
menyebutkan: Tugas filsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika
kita hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif,
menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan
baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang
dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan
berdasarkan 'nation', ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan.
Filsafat
tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang
lingkupnya maupun dalam semangatnya. Studi filsafat harus membantu orang-orang
untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual.
Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan
tersebut tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang usang, yang sempit dan
yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan,
ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.
D. Fungsi Filsafat Ilmu Dalam Pengembangan
Pendidikan Islam
Filsafat
sebagai induk ilmu pengetahuan (the mother sciences) telah berkembanng
demikan pesatnya dan membentuk berbagai macam cabang dan aliran filsafat serta dalam
bentuk filsafat-filsafat khusus, yang mendasari
perkembangan dan terbentukny aberbagai macam ilmu pengetahuan.dan pada akhirnya ternyata dalam zaman perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknoogi yang semakin menunjukkan segala spesialisasi yang
ketat sekarang ini,filsafat sangat dipelukan dan secara umum berfungsi sebagai
pendekatan interdispliner system. Untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang filsafat pendidikan Islam sebagai suatu system, maka
perlu ditelusuri dimana letaknya dalam dunia filsafat dan ilmu pengetahuan sepanjang
proses perkembangannya.[12]
Peran
filsafat ilmu dalam pengembangan ilmu pengetahuan jelas bahwa filsafat
merupakan kerangka dasar bagi segala ilmu pengetahuan. Hal ini tidak dapat
ditolak, sebab dalam filsafatlah sebenarnya terkandung nilai-nilai
kebijaksanaan yang jadi penggerak dan pemberi semangat atau menjiwai ilmu-ilmu
pengetahuan yang bersangkutan dengan segala pemikirannya. Setiap ilmu atau
jalan pemikiran pasti berdasar padasuatu filsafat tertentu sebagai dasar primernya.[13]
Filsafat dalam pendidikan merupakan dasar ilmu
yang memberikan jawaban terhadap berbagai pertanyaan yang timbul dalam lapangan
pendidikan.tentu saja ia bersifat filosofis. Dengan ini dapat dinyatakan bahwa
filsafat pendidikan tidak lain merupakan penerapan suatu analisa filosofis pada
lapangan pendidikan. Dalam hal in, Jhon Dewey juga mengataka: ”bahwa filsafat
adalah teori umum bagi pendidikan, karena ia merupakan landasan dari semua
pemikiran mengenai pendidikan.[14]
Filsafat juga mempermasalahkan dan menggali faktor-faktor
realitas dan pengalaman yang ditemukan dalam bidang pendidikan. oleh sebab itu,
filsafat mengadakan tinjauan yang luas mengenai realitas, maka dalam hal ini
dibahas antara lain:
1.
Pandangan sesorang terhadap dunia (faktor
realitas)
2.
Dan juga mengenai perjuangan hidupnya
(pengalaman)
Pemikiran-pemikiran dapat dijadikan landasan
atau kerangka dasar bagi penyusunan konsep tujuan dan metodologi pendidikan.
Peran filsafat dalam pendidikan sangat menentukan dalam pelaksanaan pendidikan.
sebagaimana dinyatakan Dr. Fauzi Al-Najjar: “tidak ada tumbuh dan berkembang,
dan selaras dalam bidang kemajuan selagi hal itu tidak bersandarkan pada
pemikiran falsafah yang selalu disertai landasan pembahasan dan daya cipta
dalam dunia yang selalu bertarung dengan ilmu dan teknologi selagi kita masih
bertanya: “mengapa kita mengajar? bagaimana kita mengajar? Selama ini
pendidikan akan tetap sangat memerlukan falsafah.[15]
Sedangkan Islam datang dengan membawa Al-Qur’an
sebagai sumber dan dasarnya.Al-Qur’an juga disebut sebagai Al-Hakim. Dan ini
berarti bahwa Al-Qur’an adalah merupakan sumber dan perwujudan al-hikmah atau
filsafat dalam Islam. Al-Qur’an juga menegaskan bahwa usaha mencari al-hikmah
(berfilsafat) itu hanya mungkin dikerjakan oleh orang yang berakal. Allah memberikan
al-hikmah kepada mereka yang menghendaki dan berusaha mencarinya, dan barangsiapa
yang memperoleh al-hikmah, berarti telah memperoleh kebajikan dan kebijaksanaan
yang banyak tetapi hanya orang-orang yang berakal sajalah yang mampu berusaha
mencari hikmah tersebut (berfilsafat).[16]
Allah SWT berfirman:
ÎA÷sã spyJò6Åsø9$# `tB âä!$t±o 4 `tBur |N÷sã spyJò6Åsø9$# ôs)sù uÎAré& #Zöyz #ZÏW2 3 $tBur ã2¤t HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÏÒÈ
Artinya:
”Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan
As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi
hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya
orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman
Allah).” (QS.
Al-Baqarah: 269)
Dengan demikian jelas bahwa usaha mencari
al-hikmah, menurut ajaran Islam, hanya mungkin dikerjakan dengan menggunakan akal
pikiran. Usaha mencari al-hikmah, kebajikan dan kebijaksanaan dengan menggunakan
akal pikiran, adalahmerupakan pengertian dasardarifilsafat.jadial-HIkmah dan
usahamencari al-hikmah, tidak lain kecuali filsafat dan berfilsafat dalam Islam.
Terkait dengan hal tersebut, Filsafat ilmu
dalam pendidikan Islam sebagai bagian terpadu apakah dari system pendidikan
Islam, atau dari filsafat Islam, sudah tentu memegang dan berperan pada system
di mana filsafat dalam pendidikan Islam menjadi komponen atau bagiannya. Dan
secara realitas, yakni dalam praktek nyata, filsafat dalam pendidikan Islam
banyak berperanan dalam mencari berbagai macam alternatif pemecahan masalah
yang dihadapi dalam pendidikan Islam. Sekaligus juga memberikan pengarahan bagi
perkembangannya. Dalam hal itu, fungsi filsafat ilmu dalam perkembangan
pendidikan Islam, antara lain meliputi:
1.
Dari pemikiran-pemikaran yang medalam, filsafat
dalam pendidikan Islam melihat berbagai permasalahan yang ada dalam pendidikan Islam.
Filsafat berusaha memahami duduk permasalahannya. Dengan analisa filsafat, ia akan
dapat menunjukkan alternative bagi pemecahanya setelah melakukan seleksi terhadap
berbagai alternatif yang ada. Untuk itu diambil yang paling baik, untuk dijadikan
pilihan dalam rangka menyelesaikan permasalahannya.
2.
Filsafat dalam pendidikan Islam berperan untuk
menjabarkan tujuan umum pendidikan Islam dalam bentuk tujuan khusus yang
oprasional. dan tujuan oprasional ini berperan juga untuk mengerahkan secara
nyata gerak dan aktivitas pelaksanaan pendidikan.
3.
Filsafat dengan analisa terhadap hakikat hidup dan
kehidupan manusia menyimpulkan bahwa manusia mempunyai fungsi pembawaan yang
harus ditumbuhkan dan dikembangkan sesuai dengan fitrah manusia dan tidak boleh
menodainya. Dengan demikian, harus ada pembinaan kurikulum yang sesuai dan diadakan
pengaturan lingkungan yang menunjangnya.
4.
Filsafat dalam pendidikan islam dengan
analisanya terhadap berbagai maslah pendidikanmasa kini, akan memberikan informasi
mengenai proses pendidikan Islam yang berjalan selama ini, untuk mencapai tujuan
pendidikan islam yang dicita-citakan. Juga akan diketahui dimana letak kelemahannya,
dan jika ada bisa dicarikan altirnatif-alternatif guna perbaikan dan pengalaman
selanjutnya.
5.
Filsafat berperan bagi penentuan corak dan
karakteristik yang khas pendidikan islami, dengan prinsip-prinsip dan
nilai-nilai agama Islam dalam masyarakat kita dalam segenap aspek kehidupan baik
politik, ekonomi, social, budaya, sesuai dengan situasi masa dan lingkungan
kita.[17]
Dari uraian di atas, peranan filsafat dalam
pendidikan Islam mengacu pada:
1.
Pada arah pengembangan konsep-konsep filosofis
dari pendidikan Islam, yang secara pasti akan menghasilkan teori-teori baru
dalam ilmu pendidikan Islam.
2.
Ke arah perbaikan dan pembahasan kembali terhadap
pelaksanaan pendidikan Islam yang ada.
Al-Syaibany secara khusus menjelaskan bahwa
mempelajari filsafat dalam Pendidikan Islam memiliki beberapa kegunaan sebagai
berikut:
1.
Filsafat dapat membantu para perencana dan para
pelaksanan pendidikan untuk membentuk suatu pemikiran yang sehat tentang pendidikan
Islam.
2.
Filsafat merupakan asas bagiupaya menentukan
berbagai kebijakan pendidikan Islam
3.
Filsafat dapat dijadikan asas bagi upaya
menilai keberhasilan pendidikan Islam.
4.
Filsafat dapat dijadikan sandaran intelektual
bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia praksis pendidikan.
5.
Filsafat dapat dijadikan dasar bagi upaya
pemberian pemikiran dalam hubungannya dengan, masalah spiritual, kebudayaan,
sosial, ekonomi, dan politik.[18]
Bedasarkan hal tersebut, filsafat dalam pendidikan
Islam merupakan pegangan dan pedoman yang dapat dijadikan landasan filosofis
bagi pelaksanaan pendidikan Islam dalam raangka menghasilkan generasi baru yang
berkepribadian muslim. Generasi baru ini secara bertahap dan estafet pada
gilirannya dapat membangun dan menyusun kembali filsafat yang melandasi
usaha-usaha pendidiknya sehingga membawa hasil yang lebih besar.
Pada intinya, filsafat dalam pendidikan Islam
berfungsi mengarahkan dan memberikan landasan pemikiran yang sistematik, mendalam,
logis, universal, dan radikal terhadap berbagai persoalan yang di alami pendidikan
Islam. Oleh karena persoalan-persoalan pendidikan Islam itu diselesaikan secara
filosofis, solusi itu bersifat komprehensif, tidak parsial. Dalam konteks ini, fungsi
filsafat dalam pendidikan islam diibaratkan sebagai kompas, yang menjadi penentu
arah dan strategi kemajuan pendidikan Islam.[19]
D. Perkembangan dan Pemikiran-Pemikiran Baru Filsafat
Dalam Pendidikan Islam
Dalam kehidupan umat Islam, pandangan filosofis
yang sufistis, dan pandangan filosofis yang rasional nampak terlihat pengaruh dan
pendukungnya. Ternyata pandangan filosofis yang sufistis mendapatkan tampat dan
dukungan dariumat Ilsam dibagian Timur, sedangkan pandangan filosofis
rasionalistis berkembang dan mendapatkan dukungan pada wilayah bagian baarat
Islam. Kemudian setelah umat Islam mundur di Eropa, ternnyata pandangan
filosofis yang rasionalistis dikembangkan oleh dunia Barat, dalam arti bangsa
Eropa Barat masa itu.[20]
M.M. Sharif dalam “muslim tought”
mengungkapkan keadaan tersebut sebagai berikut:…….telah kita saksikan bahwa pemikir
islam telah melaksanakan satu kemajuan yang hebat dalam jangka waktu yang
terletak di antara abad ke VIII dan abad ke XIII M…….., kemudian kita semua
memperhatijkan hasil-hasil yang diberikan kaum muslimin kepada Eropa, sebagai
satu perbekalan yang matang untuk menjadi dasar pokok dalam mengadakan
pembangkitan Eropa (renaissance).[21]
Mulai akhir abad ke-19 M mulailah kebangkitan
pemikir Islam, yang dimulai oleh Jamaluddin Al-Afghani, yang menjadikan Mesir
sebagai pusat kegiatannya. ia mendirikan sebuah sekolaha lampikiran yang tidak
kunjung berhenti kegiatannya. Ia mendirikan sebuah sekolah alam pikiran yang
tidak kunjung berhenti kegiatannya hingga dewasa ini. Di India muncul Sayyid
Akhmad Khan yang mengadakan gerakan yang sama dengan gerakan Jamluddin.
Gerakan-gerakan ini membuka pintu kebangkitan
Islam yang berjalan dengan kekuatan yang memasuki bermacam-macam lapangan
kebudayaan, social dan politik. Muncul dengan gerakan pembaharuan dalam dunia
Islam, baik menggunakan kekuatan politik maupun dengan kekuatan social melalui
bidang pendidikan dikalangan umat Islam. Gerakan pembaharuan yang dilaksanakan
oleh Muhammad ali Pasya di Mesir dan Gerakan Turki Muda di Tuki, mengadakan
kekuatan politik, sedangkan gerakan Muhammad Abduh, Rsyid Rida di Mesir,
Gerakan Liga Muslimin di India, juga gerakan-gerakan pembaharuan di Indonesia
adalah merupakan gerakan-gerakan pembaharuan Islam yang tidak menggunakan
kekuatan politik, tetapi lewat usha-usah pendidikan, dan gerakan sosial lainnya.[22]
Gerakan-gerakan pemikiran pembaharuan tersebut,
pada garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok yang mempunyai dasar
pandangan/pemikiran yang berbeda, yaitu:
1.
Yang bedasarkan dan beroreantasi pada dunia
Barat, seperti Muhammad Ali Pasya di Mesir, dan Gerakan Turki Muda di Turki.
2.
Yang berorientasi pada pengembangan kehidupan sosial
dan pandangan masyarakat setempat, yang kemudian menimbulkan pandangan wataniyah
(kebangsaan), seperti nampak pada gerakan pemikir di Mesir,di India juga di
Indonesia.
3.
Gerkan pembaharuan yang berorientasi pada
pemikiran-pemikiran Islam yang murni, dengan semboyan kembali kepada Al-Qur’an
dan Al-Hadits, yang nampak misalnya pada gerakan Muhammad bin Abdul Wahab, yang
terkenal dengan gerakan Wahaby.[23]
BAB III
PENUTUP
Filsafat merupakan pandangan hidup yang erat
hubungannya dengan nilai-nilai sesuatu yang dianggap benar. Jika filsafat
dijadikan pandangan hidup oleh sesuatu masyarakat, maka mereka berusaha untuk
mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan nyata. Jelaslah bahwa filsafat
sebagai pandangan hidup suatu bangsa berfungsi sebagai tolok ukur bagi
nilai-nilai tentang kebenaran yang harus dicapai. Adapun untuk mewujudkan
nilai-nilai tersebut dilakukan dengan berbagai cara salah satunya lewat
pendidikan. Pada dasarnya pendidikan memerlukan landasan yang berasal dari
filsafat atau hal-hal yang berhubungan dengan filsafat. Sebagai landasan karena
filsafat melahirkan pemikiran-pemikiran yang teoritis tentang pendidikan dan
dikatakan hubungan karena berbagai pemikiran tentang pendidikan memerlukan
bantuan penyelesaiaannya dari filsafat.
Filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya
adalah sebagai hasil dari buah kajian yang bercirikan Islam, pada hakikatnya
adalah konsep berpikir mengenai pendidikan yang bersumber pada ajaran Islam
tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta
dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai nilai-nilai
ajaran Islam.Tujuan filsafat dalam pendidikan Islam pada hakikatnya identik
dengan tujuan ajaran Islam. Keduanya berasal dari sumber yang sama yakni
al-Qur’an dan al-Hadits. Kedua sumber itu kemudian timbul pemikiran-pemikiran
tentang persoalan keIslaman dalam berbagai aspek, termasuk filsafat pendidikan.
Ajaran yang termuat dalam wahyu merupakan dasar dari pemikiran filsafat
pendidikan Islam yang berisi teori umum tentang pendidikan Islam, dibina atas
dasar konsep ajaran Islam terutama dalam al-Qur’an dan Hadits. Maka pada
intinya, filsafat dalam pendidikan Islam berfungsi mengarahkan dan memberikan
landasan pemikiran yang sistematik, mendalam, logis, universal, dan radikal
terhadap berbagai persoalan yang di alami pendidikan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Sutrisno.
1985. Metodologi Reaserch I, Cet XVII, Yogyakarta: Yayasan
Penerbit Fak. Psikologi UGM
Suharto, Toto.
2013. Filsafat Pendidikan Islam, Cet. II, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Muhadjir,
Noeng. 1998. Filsafat Ilmu: Telaah sistematis Fungsional Komparatif. Cet.
I. Yogyakarta: Rake Sarasin
Derajat, Djakiyah.
1996. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: Bumi Aksara
Langgulung,
Hasan. 1988. Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, Jakarta:
Pustaka Al-husna
Arifin,
Muzayyin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
Zuhairini, 1995.Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
A. Ridwan, Halim.
1983. 14 Bab dan Dalil Filsafat Praktis, Jakarta:Ghalia Indonesia
Barnadib, Imam.
1982. Filsafat Pendidiikan. Yoggyakarta: Yayasan Fakultas Ilmu
Pendidikan (FIP) IKIP
AL-Syaibani, Omar
Al-Toumy. 1979. Falsaffatul Tarbiyyatul Islamiyah, terjemahan Hasan
Langgulung dengan judul: Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan
Bintang
As-Said, Muhammad.
2011. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Mitra Pustaka
[1] Sutrisno Hadi,
Metodologi Reaserch I, Cet XVII, (Yogyakarta: Yayasan
Penerbit Fak. Psikologi UGM, 1985), hlm.
13.
[2]Toto Suharto, Filsafat
Pendidikan Islam, Cet. II, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013) , hlm. 12
[3]Noeng Muhadjir,
Filsafat Ilmu: Telaah sistematis Fungsional Komparatif, Cet. I,
(Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998), hlm. 49
[4] Toto Suharto, Filsafat
Pendidikan Islam…………………………………., hlm. 15-16
[6]Noeng Muhadjir,
Filsafat Ilmu: Telaah sistematis Fungsional Komparatif,……………………., hlm. 7
[7] Umar Muhammad
At-Taoumi Asy-Syaibani, Falsafah at-Tarbiyah al-Islamiyah, (Tripoli:
asy-syirkah Al-‘Ammahli an-Nasyrwa at-tauzi’ al-I’lan,t.t), hlm. 292
[8] Djakiyah
Derajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,1996), hlm. 26
[9] Hasan
Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, (Jakarta: Pustaka
Al-husna, 1988), hlm. 5-6
[10] Muzayyin
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005),
hlm.17-18
[12] Zuhairini, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm.105
[13] Halim A.
Ridwan, 14 Bab dan Dalil Filsafat Praktis, (Jakarta:Ghalia Indonesia,
1983), hlm. 17
[14] Imam Barnadib,
Filsafat Pendidiikan, (Yoggyakarta: Yayasan Fakultas Ilmu Pendidikan
(FIP) IKIP, 1982), hlm. 15
[15]Omar Al-Toumy
AL-Syaibani, Falsaffatul Tarbiyyatul Islamiyah, terjemahan Hasan
Langgulung dengan judul: Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), hlm. 33
[16] Zuhairini,
Filsafat Pendidikan Islam,………………………………, hlm.125
[17] Muhammad
As-Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011),
hlm. 19-20
[19] Toto Suharto, Filsafat
Pendidikan Islam,………………………………, hlm. 47
[20] Zuhairini,
Filsafat Pendidikan Islam,…………………………………….., hlm. 142
[21] Ibid., hlm.
143
[22] Ibid., hlm.
145
[23] Ibid.,