Kelompok 2
COOPERATIVE LEARNING
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah strategi belajar mengajar
PAI
Disusun oleh:
Ais istiana :1011010271
Dian eka saputra :1011010214
Nur halimah :1011010227
Yuni endri syaputri :1011010151
FAKJUR/SMSTR/ :Tarbiyah/PAI/V
Dosen pengampu: Dr. Agus Pahrudin, M.Pd
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN INTAN
BANDAR LAMPUNG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu
model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kelompok kecil yang
memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap
anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah
maupun kelompok atas kerja bersama menyelesaikan tugas tugas akademik, siswa
kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh
bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama.
Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemapuan
akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor rnembutuhkan pemikiran lebih
dalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
Tujuan penting lain dari pembelajaran
kooperatif adalah untuk rnengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan
kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di
mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling
bergantung sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam.
Sementara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam
keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian
kecil antara individu dapat mengakibatkan tindak kekerasan atau betapa sering
orang menyatakan ketidakpuasan pada saat diminta untuk berada dalarn situasi
kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja.
Namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang
disebut keterampilan kooperatif. keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk
melancarkan hubungan, kerja dan tugas.
BAB
II
PEMBAHASAN
Belajar kooperatif (Cooperatif Learning) adalah
metode belajar mengajar yang didesain untuk mengembangkan kerjasama dan
tanggung jawab siswa. Metode ini dirancang untuk mengurangi persaingan yang
banyak ditemui di kelas dan cenderung mengarah pada pola “kalah dan menang”.
Definisi di atas menjelaskan bahwa belajar kooperatif merupakan model
pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk
mencapai tujuan belajar. Lebih lanjut Watson menyatakan bahwa Cooperatif
learning (belajar kelompok) merupakan suatu lingkungan belajar di kelas, di
mana para siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil yang mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk
mencapai suatu tujuan umum.[1]
Belajar kelompok merupakan pendekatan yang
dilakukan agar siswa dapat bekerja sama dengan yang lain untuk memahami
kebermaknaan isi pelajaran dan bekerja sama secara aktif dalam menyelesaikan
tugas. Pengelompokkan siswa secara heterogen dimaksudkan untuk mengembangkan penerimaan
siswa terhadap keragaman dan keterampilan sosial. Pada dasarnya model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai paling tidak 3 tujuan
pembelajaran yaitu hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman, dan
pengembangan keterampilan sosial melalui anggota kelompoknya baik kemampuan
akademik, jenis kelamin, usia, latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya.[2] Para
siswa juga diharapkan menerima keragaman tersebut dan memaksimalkan kerja sama
kelompok, sehingga masing-masing anggota kelompok siap menghadapi tes dan hasil
belajar akan tercapai dengan optimal.
Kerjasama kelompok dalam pembelajaran
kooperatif dapat digambarkan seperti dua orang atau lebih yang sedang
mengangkat balok kayu. Jika salah satu saja melepaskan pegangannya maka
keseimbangan akan berubah. Keseimbangan yang terjadi dapat mengakibatkan balok
kayu tersebut lepas dan kemudian jatuh.
Selain itu ada kelebihan heterogen dalam metode belajar kooperatif yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling mengajar (Peer Tutoring) dan meningkatkan interaksi serta memudahkan guru dalam mengelola kelas.[3] Melalui belejar kelompok, secara khusus siswa berperan sebagai sumber belajar antara satu dengan yang lain, berbagi dan mengumpulkan informasi serta saling membantu untuk mencapai keberhasilan bersama. Dengan kata lain siswa sebagai tutor sebaya bagi kelompoknya, sebab kecenderungan bahwa siswa lebih mudah menerima dan memahami informasi dari teman sebayanya. Menurut Arikunto adakalanya siswa lebih mudah memperoleh keterangan dari teman sebayanya karena malu untuk bertanya kepada guru.[4] Roger dan David Johnson dalam Lie menyatakan bahwa “tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning”. Menurutnya untuk mencapai hasil yang maksimal ada 5 unsur model pembelajaran yang harus diterapkan, yaitu: (1) saling ketergantungan positif, (2) tanggung jawab perseorangan; (3) tatap muka; (4) komunikasi pada anggota; dan (5) evaluasi kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok saling bekerja sama menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan bersama. Adanya kerjasama kelompok menunjukkan bahwa keberhasilan kelompok ditentukan oleh hasil belajar bersama dalam kelompok, sehingga dalam satu kelompok terjadi ketergantungan positif. Selain itu setiap anggota kelompok bertanggung jawab perseorangan, maka setiap anggota kelompok berkesempatan memberi kontribusi bagi kesuksesan kelompoknya.[5]
Selain itu ada kelebihan heterogen dalam metode belajar kooperatif yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling mengajar (Peer Tutoring) dan meningkatkan interaksi serta memudahkan guru dalam mengelola kelas.[3] Melalui belejar kelompok, secara khusus siswa berperan sebagai sumber belajar antara satu dengan yang lain, berbagi dan mengumpulkan informasi serta saling membantu untuk mencapai keberhasilan bersama. Dengan kata lain siswa sebagai tutor sebaya bagi kelompoknya, sebab kecenderungan bahwa siswa lebih mudah menerima dan memahami informasi dari teman sebayanya. Menurut Arikunto adakalanya siswa lebih mudah memperoleh keterangan dari teman sebayanya karena malu untuk bertanya kepada guru.[4] Roger dan David Johnson dalam Lie menyatakan bahwa “tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning”. Menurutnya untuk mencapai hasil yang maksimal ada 5 unsur model pembelajaran yang harus diterapkan, yaitu: (1) saling ketergantungan positif, (2) tanggung jawab perseorangan; (3) tatap muka; (4) komunikasi pada anggota; dan (5) evaluasi kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok saling bekerja sama menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan bersama. Adanya kerjasama kelompok menunjukkan bahwa keberhasilan kelompok ditentukan oleh hasil belajar bersama dalam kelompok, sehingga dalam satu kelompok terjadi ketergantungan positif. Selain itu setiap anggota kelompok bertanggung jawab perseorangan, maka setiap anggota kelompok berkesempatan memberi kontribusi bagi kesuksesan kelompoknya.[5]
Setiap kegiatan pembelajaran termasuk kegiatan
dalam pembelajaran kooperatif selalu melibatkan interaksi (tatap muka) dan
komunikasi antara gutu dan siswa. Interaksi yang terjadia diantara anggota
kelompok membantu siswa meningkatkan pemahaman suatu konsep sebab siswa lebih
mudah berkomunikasi dengan teman sebayanya melalui bahasa yang sederhana dan
mudah dipahami bila dibandingkan berkomunikasi dengan guru. Interaksi dan
komunikasi yang muncul dalam pembelajaran diharapkan berjalan secara multi arah
(guru-siswa, siswa-siswa).
Kegiatan pembelajaran selalu diakhiri dengan evaluasi,
tujuannya adalah untuk mengatur ketercapaian tujuan belajar. Pembelajaran kooperatif
menekankan evaluasi kelompok yang berarti keberhasilan siswa mencapai tujuan
belajar sangat tergantung pada hasil belajar kelompok.[6]
Kelompok yang memperoleh skor tertinggi berhak memperoleh penghargaan. Mbulu
menyebutkan bahwa dalam setiap pembelajaran, siswa harus merasakan bahwa
aktivitas yang dilakukannya memperoleh sukses. Setiap sukses yang diperoleh
merupakan reinforcement yang memacu aktivitas belajar menjadi lebih kuat untuk
memperoleh sukses berikutnya. Kesuksesan suatu pembelajaran dapat dilihat dari
peningkatan hasil belajar. Jadi dengan memberikan penghargaan, maka siswa akan
lebih termotivasi untuk meningkatkan hasil belajarnya.
Selain itu pembelajaran kooperatif juga
membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruang kelas dan membutuhkan
perabot yang bisa dipindahkan. Pengaturan model cluster dan swing adalah dua
contoh pengaturan ruang kelas yang cocok digunakan dalam pembelajaran kooperatif.[7]
Menurut Noornia
terdapat banyak model pembelajaraan kooperatif yang berhasil dikembangkan
peneliti-peneliti pendidikan dan telah diterapkan pada beragam materi
pembelajaran diantaranya adalah:[8]
1.
Student Teams Achievement
Divisions ( STAD ) ( Tim Siswa Kelompok Prestasi ) dari Slavin ( 1995 )
STAD (Student
Teams-Achievement Divisions) merupakan pembelajaran kooperatif yang menekankan
pada kerja sama kelompok dan tanggung jawab kelompok untuk mencapai ketuntasan belajar
dengan melibatkan peran tutor sebaya. Pembelajaran
kooperatif STAD dikembangkan oleh Robert Slavin, dan merupakan tipe
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Sehingga tipe ini dapat
digunakan oleh guru-guru yang baru mulai menggunakan model pembelajaran
kooperatif. STAD terdiri dari beberapa
kegiatan pengajaran sebagai berikut:
a.
Mengajar: Mempresentasikan
pelajaran
b.
Belajar dalam tim: Siswa bekerja
dalam tim mereka dengan dipandu oleh lembar kegiatan siswa untuk menuntaskan
materi pelajaran.
c.
Tes: Siswa
mengerjakan kuis atau tugas lain secara individual (misalnya tes essei atau
kinerja)
d.
Penghargaan tim: Skor tim dihitung berdasarkan skor peningkatan
anggota tim, dan , laporan berkala kelas, atau papan pengumuman digunakan untuk
memberi penghargaan kepada tim yang berhasil mencetak skor tertinggi.
Langkah-langkah Model
Pembelajaran STAD ( Student Teams Achievement
Divisions ) adalah sebagai berikut :
- Membentuk kelompok yang
anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis
kelamin, suku, dll)
- Guru menyajikan pelajaran
- Guru memberi tugas kepada
kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya tahu
menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu
mengerti.
- Guru memberi kuis/pertanyaan
kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu
- Memberi evaluasi
- Kesimpulan
2.
Jigsaw ( Model Tim Ahli ) dari Aronson,Blaney,
Stephen, Sikes,dan Snapp ( 1978 )
JIGSAW
merupakan pembelajaran kooperatif yang anggota kelompoknya diberi tugas berbeda
satu dengan yang lainnya dari sebuah tema yang dibahas, kemudian tes diberikan
secara menyeluruh agar semua kelompok mengetahui semua pokok bahasan.
Langkah-langkah Model
Pembelajaran jigsaw adalah sebagai berikut :
- Siswa dikelompokkan ke dalam =
4 anggota tim
- Tiap orang dalam tim diberi
bagian materi yang berbeda
- Tiap orang dalam tim diberi
bagian materi yang ditugaskan
- Anggota dari tim yang berbeda
yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok
baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
- Setelah selesai diskusi sebagai
tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar
teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota
lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
- Tiap tim ahli mempresentasikan
hasil diskusi
- Guru memberi evaluasi
- Penutup
3.
Team Games Tournament ( TGT )
Teams-Games
Tournament (TGT) merupakan bentuk pembelajaran kooperatif dimana setelah siswa
belajar secara individual, untuk selanjutnya dalam kelompok masing-masing
anggota kelompok mengadakan turnamen atau lomba dengan anggota kelompok lainnya
sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Langkah-langkah Model Pembelajaran
Team Games Tournament ( TGT ) adalah sebagai berikut :
- Mengajar: Guru menyampaikan
materi
- Belajar kelompok: siswa belajar
dengan menggunakan lembar kerja dalam kelompok untuk menguasai materi.
- Turnamen: siswa memainkan
pertandingan akademik dalam regu yang berkemampuan homogen, masing-masing
meja turnamen berisi 3 anggota.
- Penghargaan kelompok: skor
kelompok dihitung berdasarkan skor anggota kelompok turnamen, dan kelompok
baru diakui bila dapat melampaui kriteria minimal.
4.
Investigation
Group
Investigation Group merupakan suatu
pembelajaran kooperatif di mana semua anggotanya dituntut untuk merencanakan
apa yang diteliti dan bersama-sama kelompok membuat rencana pemecahannya. merupakan model pembelajaran
kooperatif yang lebih kompleks dari tipe kooperatif sebelumnya, dan agak sulit
diterapkan. Model ini pertama kali dikembangkan oleh “Thelan dan diperluas oleh Sharan. Tipe ini
memerlukan guru untuk mengejarkan keterampilan komunikasi dan proses kelompok
yang baik. Dalam penerapannya, siswa memilih topik untuk diselidiki,
melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya
menyiapkan laporan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
Ada enam langkah Investigation
Group seperti
berikut:
1.
Pemilihan topik: siswa memilih
subtopik khusus dalam suatu masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru.
2.
Perencanaan kooperatif: siswa dan
guru merencanakan prosedur pembelajaran, dan tujuan khusus yang konsisten
dengan subtopik yang telah dipilih.
3.
Implementasi: siswa menerapkan
rencana yang telah mereka tetapkan pada tahap kedua. Guru secara ketat
mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.
4.
Analisis dan sintesis: siswa
menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan
merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan mempersiapkan
presentasi di depan kelas.
5.
Presentasi hasil final: beberapa
atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya, dengan tujuan agar semua
siswa mengetahui topik. Presentasi ini dikoordinasikan oleh guru.
6.
Evaluasi: dalam hal
kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa dan
guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu
keseluruhan. Evaluasi dapat berupa individual atau kelompok.
C.
Prinsip Dasar
Dan Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif Learning
Prinsip
Dasar Dan Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif menurut Nur, prinsip dasar dalam
pembelajaran kooperatif sebagai berikut:[9]
1.
Setiap anggota
kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam
kelompoknya.
2.
Setiap anggota
kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
3.
kelompok
mempunyai tujuan yang sama.
4.
Setiap anggota
kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara
anggota kelompoknya.
5.
Setiap anggota
kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
6.
Setiap anggota
kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk
belajar bersama selama proses belajarnya.
7.
Setiap anggota
kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi
yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
1.
Siswa dalam
kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar
yang akan dicapai.
2.
Kelompok
dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat
kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari
ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
3.
Penghargaan
lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.
D.
Kelebihan dan
Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Learning
Dalam
pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar
siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling
menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling
membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun
teman lain.nSebagai metode
pembelajaran tentunya pembelajaran kooperatif juga mempunyai kelebihan dan
kelemahan. Beberapa ahli menegaskan dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan sebagai berikut:[11]
1.
Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas
2.
Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan
individu
3.
Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai
materi secara mendalam
4.
Proses belajar mengajar berlangsung dengan
keaktifan siswa (student center)
5.
Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi
dengan orang lain
6.
Rasa harga diri lebih tinggi
7.
Memperbaiki sikap terhadap IPS dan sekolah
8.
Memperbaiki kehadiran motivasi belajar tinggi
9.
Motivasi berlajar tinggi
10.
Hasil belajar lebih tinggi
11.
Retensi lebih lama
12.
Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
Sedangkan
Sudjana menyatakan beberapa kelemahan pembelajaran kooperatif adalah:[12]
1.
Bagi guru
a.
Sulitnya mengelompokkan siswa yang mempunyai
kemampuan haterogen dari segi prestasi akademis
b.
Waktunya yang dihabiskan untuk diskusi oleh
siswa cukup banyak sehingga siswa melewati waktu yang sudah ditetapkan
2.
Bagi siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi yang
mempunyai kesempatan untuk memberi penjelasan kepada siswa lain kurang terbiasa
dan sulit memberikan penjelasan. Melalui model pembelajaran kooperatif ini
diharapkan siswa memiliki kepekaan dalam berkomunikasi dengan orang lain,
seperti empati dan respek terhadap jawaban atau pertanyaan diajukan oleh siswa
lain. Guru harus terfokus pada kecakapan komunikasi, bukan topik masalah yang
dikemukakannya melainkan siswa diberi kesempatan yang sama untuk melatih
kecakapan komunikasinya dalam bentuk pertanyaan kepada siswa lain dalam satu
kelompok guna menghidupkan suasana pembelajaran kooperatif.
BAB III
KESIMPULAN
Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan
pengajaran langsung. Di sampingmodel pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar
akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa. Jadi pola belajar kelompok dengan cara kerjasama
antar siswa dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan
meningkatkan kreativitas siswa, pembelajaran juga dapat mempertahankan nilai
sosial bangsa Indonesia yang perlu dipertahankan. Ketergantungan timbal balik
mereka memotivasi mereka untuk dapat bekerja lebih keras untuk keberhasilan
mereka, hubungan kooperatif juga
mendorong siswa untuk menghargai gagasan temannya bukan sebaliknya.
Ada
beberapa model pembelajaran kooperative learning, diantaranya adalah:
a. STAD (Student Teams-Achievement
Divisions)
b. JIGSAW
c. Teams-Games Tournament (TGT)
d. Investigation Group
Jadi,
pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari
pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa
belajar keterampilan sosial yang penting, sementara itu secara bersamaan
mengembangkan sikap demokrasi dan keterampilan berpikir logis.
DAFTAR PUSTAKA
.
Jhoni
T. Raka. 1980. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:P3G.
Nasution.
1989. Kurikulum dan pengajaran. Bandung: Bina Aksara.
Gulo,
W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.
DEPDIKNAS,
2002. Cooperative Learning. Jakarta
Wina sanjya.
2004. Pengembangan Model Pembelajaran Metode Klinis Bagi Peningkatan
Kemampuan Berfikir Siswa. Bandung: San Grafika,
Lie Anita.
2005. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Komalasari Kokom. 2010. Pembelajaran
Kontekstual. Bandung: PT Refika Aditama.
Wina sanjaya.
2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikn.
Jakarta: kencana.
[1]
Gulo, W. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo. 2002. Hlm. 102
[3] Lie Anita. Cooperative
Learning. Jakarta: Grasindo. 2005. Hlm. 49
[4]Nasution. Kurikulum
dan pengajaran. Bandung: Bina Aksara. 1989. Hlm. 62
[8] Wina sanjya. Pengembangan
Model Pembelajaran Metode Klinis Bagi Peningkatan Kemampuan Berfikir Siswa.
Bandung: San Grafika, 2004. Hlm: 56-83
[9] Jhoni T. Raka,
Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:P3G. 1980. Hlm: 41
[10] Ibid.hlm 43
[11] http://hayardin-blog.blogspot.com/2012/03/model-pembelajaran-kooperatif.
[12] Wina sanjaya. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikn. Jakarta: kencana. 2011.
Hlm: 244
